KAJIAN FIQHUL HADÎTS
TENTANG “FITNAH
TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)”
Oleh
IHSANUL HADI AL-HARZI
(ALUMNI " ITTIHADUL MUSLIMIN " 2008)
A.
Abstrak
Dewasa ini muncul dari sementara kalangan yang meninggalkan
cara-cara yang telah ditetapkan oleh para ‘Ulama’ Ahli hadȋts dalam
hal-hal memahami hadȋts Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam.
Hal ini berimplikasi kepada terjadinya pemahaman yang rancu yang kadang-kadang
hanya didasarkan pada rasa ta’assub pada kelompok,Madzhab maupun
individu tertentu, sehingga yang terjadi adalah semakin jauhnya pemahaman yang
diperoleh dari maksud yang diinginkan oleh Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam
apalagi hadȋts yang dipahami bersifat khobar yang ghô’ib
.
Didalam memahami hadȋts yang bersifat ghô’ib
dan mengandung makna yang musykȋl terutama ketika hadȋts
itu berisi tentang kejadian yang baik maupun yang buruk terhadap keadaan suatu
kelompok, maka tidak jarang adanya klaim-klaim, baik itu klaim untuk
mendukung pendapat dan Madzhab tertentu maupun Klaim untuk menjelekkan
menghancurkan identitas kelompok tertentu sampai-sampai mereka membuat-buat hadȋts
palsu untuk memperkuat hujjah mereka, dan inilah yang menjadi
objek penelitian ini.
Hadîts yang
dimaksud adalah hadȋts yang dikenal dengan hadȋts “Fitnah
Tanduk setan Dari Negeri Masyriq (Nejed)”. Berdasarkan hadȋts tersebut
ada yang menge-klaim bahwa Tanduk setan yang dimaksud hadȋts tersebut
bercerita tentang nubuwwah Nabi akan kemunculan kelompok yang mereka
sebut dengan Salafi Wahhabi dari Nejed. Dan Nejed pada matan hadȋts
tersebut adalah Negara Saudi Arabia. Penelitian ini tidaklah membahas
tentang kelompok yang dikenal dengan kelompok Salafi Wahhabi tetapi penelitian
ini akan meneliti tentang bagaimana Fiqh Al- hadȋts nya menurut ‘ulamâ’
pen-syarah hadȋts yang telah menjelaskan jauh sebelum munculnya
kelompok Salafi Wahhabi sehingga lebih objektif dengan melihat pemahaman yang
benar dari penjelasan Imâm pen-syarah hadȋts yang mu’tabar
beserta kitabnya yang mu’tabar dan mu’tamad.
Dari latar belakang
di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana Pemahaman (Fiqh al- hadȋts) terhadap hadȋts yang menjelaskan tentang “Fitnah Tanduk Setan dari Negeri Masyriq (Nejed)” tersebut. Fiqih
pada penelitian ini bukanlah Fiqih dalam arti bidang spesifik keilmuan,
tetapi seperti yang dikemukakan oleh Prof.Dr.Daniel Juned adalah Fiqih secara
makna Generalnya, yakni pemahaman. Penelitian ini merupakan jenis penelitian library
resech. Dalam mengerjakannya, peneliti menggunakan metode dokumenter,
yaitu: membaca atau menggali yang kemudian dianalisa dari data-data primer,
yakni beberapa kitab hadȋts yang diambil dari setiap klasifikasi
kitab, diantaranya: Shohîh Al-Bukhôri, Shohîh
Muslim ,Muwattho’ Imâm Mâlik, Musnad
Ahmad Bin Hanbal, Musnad Asy-Syâmiyyin , Sunan Turmudzi, Sunan At-Tabrôni. Kemudian Kitab-kitab Syarah seperti: Fathul Bâri,
Syarah Muslim Li An-Nawâwi, Tuhfatul Ahwâdzi, Al-Qobas
Syarah Muwattho’ dll. Dan data-data yang sekunder yang berhubungan
dengan pembahasan hadȋts ini.
Berdasarkan hasil
analisis data, dapat diketahui bahwa hadȋts “Fitnah Tanduk setan
Dari Negeri Masyriq (Nejed)” berkualitas shohîh dan Masyriq dalam
hal ini adalah Nejed yang dimaksud oleh Rosȗlullâh pada hadȋts “Fitnah Tanduk Setan dari Negeri Masyriq (Nejed)” adalah Nejed Iraq berdasarkan penjelasan Imâm-Imâm Ahli hadȋts
separti : Ibn Hajar Al – ‘Asqolâni, Al-Kirmâni, Al-‘Aini, Ibn Batthôl, Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Muhammad
Al-Mubârokfȗri, Dr. ‘Abd As-Sanad Hasan
Yamamah, Muhammad Zakariyyâ
Al-Kandahlawî, Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî, Al-Baghôwi dalam kitab Syarah mereka.
Pendapat yang mengatakan
Nejed yang dimaksud adalah Nejed Hijaz (Saudi Arabia) tidaklah kokoh karena
tidak satupun kitab syarah yang menjelaskannya dan tidak berdasarkan metode
yang ditetapkan. Sejarah dan fakta lapangan membuktikan
kebenaran hadȋts Nabi di atas. Benarlah ‘Iraq adalah sumber
fitnah, baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Seperti: Keluarnya
Ya’jȗj dan Ma’jȗj, Perang Jamal, Perang Shiffîn, Fitnah Karbala’ dll. Tanduk setan (Qorn asy-syaitôn) pada lafazh hadȋts tersebut
bermakna kekuatan setan yang ingin menguasai manusia untuk memalingkan manusia
daripada menyembah Allâh semata kepada menyembah setan dengan berbagai fitnah
yang terus bergejolak. Keutamaan yang
tetap dalam bentuk umum tidak menjadi ketetapan bagi individu begitu juga
kecaman yang tetap dengan keumuman tidak menjadi ketetapan bagi Individu. Jika benar bahwa yang dimaksud Najd adalah Iraq atau Hijaz,
maka kita tidak boleh menetapkan celaan dan kecaman kepada pribadi-pribadinya
karena tidak otomatis penduduk negeri tersebut menjadi tercela. Bumi
tidak mensucikan individu selain itu Celaan dan kecaman terhadap suatu daerah
tertentu terkait fitnah yang akan terjadi didaerah tersebut tidak terjadi
sepanjang kurun dan waktu tapi terkadang daerah tersebut adalah mercusuar dari
pengetahuan dan keilmuan serta kejayaan.
Peneliti berharap,
semoga penelitian ini menjadi wawasan keilmuan yang bermanfaat bagi peneliti
sendiri, dan dapat dijadikan rujukan dan alternatif bagi pengkaji studi hadȋts
beserta keilmuannya, Khususnya mengenai Fiqh Al- hadȋts-nya.
B.
Pembahasan
Lafazh hadîts- hadîts Tentang “ Fitnah tanduk
setan dari Negeri Masyriq (Nejed)”.
Hadîts “Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)” telah Masyhur
didalam berbagai macam kitab hadȋts baik dalam kitab Shohîh,
Sunan, Musnad, Muwattho’, maupun Mushonnaf. Dalam hal ini akan
disajikan secara lengkap hadȋts yang menjadi pokok penelitian ini
sesuai dengan batasan kitab yang terdapat didalam batasan masalah.[1]
Shohîh Al-Bukhôri pada Nomor hadȋts 7094 berbunyi:
حدثنا
علي بن عبد الله حدثنا أزهر بن سعد عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر قال
: ذكر النبي صلى الله عليه و سلم ( اللهم بارك
لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ قال (
اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله
وفي نجدنا ؟ فأظنه قال في الثالثة ( هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان)[2]
Shohîh Muslîm
pada Nomor hadȋts 2905:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا
اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْمَشْرِقِ يَقُولُ « أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ
هَا هُنَا أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
».[3]
Tanpa adanya Lafazh اللهم
بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا dan
tidak menyebut Nama نجد akan tetapi tentang masa depan
Negeri مشرق.
Sunan At-Timidzi Nomor hadȋts 3953:
حدثنا
بشر بن آدم بنت أزهر السمان حدثني جدي أزهر السمان عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر
: أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا
في يمننا قالوا وفي نجدنا قال اللهم بارك لنا في شأمنا وبارك لنا في يمننا وفي
نجدنا قال هناك الزلازل والفتن وبها أو قال منها يخرج قرن الشيطان[4]
Dengan tambahan Lafazh وبها
أو قال منها يخرج قرن الشيطان
Musnad Ahmad Bin Hanbal Nomor hadȋts5410:
حدثنا
عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن
عبد الله بن عمر قال : صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل
مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان[5]
Dengan
Lafazh فاستقبل مطلع الشمس , حيث
يطلع قرن الشيطان dan Tanpa adanya
Lafazh اللهم بارك لنا في شأمنا
اللهم بارك لنا في يمننا
Muwattho’ Imâm Malik Nomor hadȋts168:
حَدَّثَنِي مَالِك
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيرُ
إِلَى الْمَشْرِقِ وَيَقُولُ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ
الشَّيْطَانِ[6]
Dengan
tambahan Lafazh يُشِيرُ
إِلَى الْمَشْرِقِ, Tanpa adanya
Lafazh اللهم بارك لنا في شأمنا
اللهم بارك لنا في يمننا dan tidak menyebut Nama نجد akan tetapi tentang masa depan Negeri مشرق .
Sunan Ath-Thobrôni
pada Nomor hadȋts 1889:
حدثنا أحمد بن طاهر قال حدثنا جدي حرملة بن يحيى قال حدثنا بن وهب
قال حدثني سعيد بن أبي أيوب قال حدثني عبد الرحمن بن عطاء عن نافع عن
بن عمر أن رسول الله قال : اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال رجل وفي مشرقنا
يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال الرجل وفي مشرقنا يا
رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا إن من هنالك يطلع قرن الشيطان وبه
تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال[7]
Dengan tambahan Lafazh فقال
رجل وفي مشرقنا, هنالك يطلع قرن الشيطان وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال
Musnad Asy-Syamiyyin Nomor hadȋts 1276:
حدثنا
عبد الله بن العباس بن الوليد بن مزيد البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد
الله بن شوذب حدثني عبد الله بن القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري
عن سالم بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اللهم
بارك في مكتنا وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا اللهم
بارك لنا في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله وعراقنا فأعرض عنه
فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل والفتن وفيها
يطلع قرن الشيطان[8]
Dengan tambahan Lafazh اللهم
بارك في مكتنا, وبارك لنا
في مدينتنا, بارك لنا
في صاعنا , وبارك لنا في
مدنا , فقال رجل يا رسول
الله وعراقنا , فأعرض عنه فرددها
ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا
فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل
والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان
Syarah hadîts tentang “Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq
(Nejed).
1. Fath Al-Bâri Bi Asy-Syarh
Shohîh Al-Bukhôri .
Setelah mengumpulkan macam-macam lafazh
mengenai hadȋts ini Al-Hâfizh kemudian menukil pendapat
Imâm Al-Khotthôbi dan Ad-Dâwȗdi yang menjelaskan makna dari Nejed dalam hadȋts
tersebut adalah Nejed Iraq. Beliau mengatakan:
نجد
من جهة المشرق، ومن كان بالمدينة كان نجده بادية العراق ونواحيها وهي مشرق أهل
المدينة، وأصل نجد ما ارتفع من الأرض وهو خلاف الغور فإنه ما انخفض منها، وتهامة
كلها من الغور ومكة من تهامةِ
“Najd Itu
berada disebelah timur. Siapapun yang berada diMadinah, maka najdnya adalah
pedalaman Iraq dan sekitarnya. Itulah sebelah timur Madinah. Asal kata Najd
adalah tanah yang meninggi, berbeda dengar ghaur yang berarti tanah yang
rendah. Seluruh Tihamah merupakah Ghaur dan Mekkah termasuk bagian Tihamah”.[9]
Setelah itu Ibnu Hajar menambahkan
pernyataan Imâm Al-Khottôbi bahwa Nejed adalah setiap tanah yang tinggi dengan
mengatakan
كل شيء ارتفع
بالنسبة إلى ما يليه يسمى المرتفع نجدا والمنخفض غورا
Setiap
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekitarnya dinamakan Najd dan
setiap yang lebih rendah dinamakan Ghaur.[10]
قَرْنُ
الشَّيْطَانِ sendiri menurut Ad-Dâwȗdi
adalah: pada sisi ini قَرْنُ الشَّيْطَانِ pada hakekatnya bisa diartikan
kekuatan setan yang selalu ingin menyesatkan manusia. Kemudian bisa juga
dimaknai bahwa ketika matahari terbit dan ketika para
penyembahnya sujud, setan ikut condong berbarengan dengan matahari, dan
matahari tergelincir dibelakang kepalanya.[11]
2.
Al-Bukhôri
Bi Asy-Syarh al-Kirmâni.
Imâm Al-Kirmâni didalam kitabnya “Al-Bukhôri
Bi Asy-Syarh al-Kirmâni” mengungkapkan mengenai hadȋts diatas
:
ومن كان بالمدينة الطيبة صلى الله على
ساكنها كان نجده بادية العراق ونواحيها، وهي مشرق أهلها
“Dan bagi
Al-Madinah Ath-Thayyibah semoga Allah melimpahkan barakah kepada penduduknya
maka najd-nya adalah sahara/gurun ‘Iraaq dan sekelilingnya. Ia adalah
arah timur bagi penduduk Madinah”.[12]
Sedangkan قرن
adalah: tempat ketinggian. posisi matahari tepat diketinggian,
dikatakan bahwa ketika matahari terbit dan ketika para penyembahnya sujud,
setan ikut condong berbarengan dengan matahari, dan matahari tergelincir
dibelakang kepalanya.[13]
3.
’Umdat Al-Qôrî.
Imâm Badruddîn Al-‘Aini
didalam kitabnya “’Umdat Al-Qôrî Syarh Shohîh Al-Bukhôri” menjelaskan arti قرن
الشيطان dengan
menukil pendapat Imâm Ad-Dâwȗdi bahwa pada hakekatnya setan itu mempunyai dua
tanduk, seperti disebutkan oleh Al-Harôwi bahwa tanduknya berada disisi
kepalanya, dan makna ini juga menggambarkan bahwa setan selalu bergerak dan
ingin menguasai, juga bisa dimaknai bahwa
قرن adalah
kekuatan yang akan muncul karena adanya kekuatan setan, dan ketika Nabi
menunjuk kearah Timur memberikan penjelasan bahwa pada waktu itu penduduknya
dihuni Ahlu Al-Kuffar sehingga khobar (hadȋts) ini
memberi penjelasan bahwa fitnah tersebut akan muncul ditempat itu seperti
pristiwa perang jamal, perang Shiffîn, munculnya gerakan Khowârij di Nejed dan
‘Iraq dan daerah didekatnya, sampai kepada fitnah yang besar seperti pristiwa
pembunuhan Kholîfah ‘Utsmân Ra.[14]
Sedangkan makna
هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان dalam
lafazh hadȋts diatas: هناك yakni “Nejed” dan Nejed yang dimaksud kemudian beliau nukil
pendapat Imâm Al-Khottôbi sebagaimana keterangan Al-Khottôbi diatas dalam “Fath
Al-bârî” bahwa Nejed adalah Iraq. Sedangkan الزلازل والفتن
وبها يطلع قرن الشيطان beliau kembali menguatkan dengan pristiwa kemunjulan ya’jȗj wa
Ma’jȗj, Dajjâl, dan tambahan keterangan dari Al-Muhallab bahwa disana (Nejed)
juga akan muncul الداء العضال
“penyakit kronis”.[15]
4.
Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim.
Al-Mubârokfȗri dalam kitabnya “
Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim” berkata: ان المراد با لمشرق هنا العراق “Sesungguhnya maksud dari Masyriq disini adalah Iraq”.
Sedangkan Lafazh مِنْ حَيْثُ
يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ adalah: penjelasan mengenai fitnah yang besar dan juga perebutan
berbagai macam perkumpulan serta kesesatan dalam urusan dunia dan akhirat dan
peristiwa ini terjadi di kufah Iraq mulai dari pembunuhan Kholîfah ‘Utsmân
disebabkan fitnah yang lancarkan oleh Ibn Sabâ’, kemunjulan Syî’ah Ghulath,
Murji’ah, Mu’tadzilah, Qodariyyah, Jabbariyyah, Baha’iyyah yang intinya
menunjukkan semua pristiwa ini terjadi di Kuffah Iraq.[16]
5.
Tukhfah
Al-Ahwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi.
Muhammad Al-Mubârokfȗri dalam kitabnya “ Tukhfah Al-Akhwâdzî Bi
Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi “ menjelaskan ketika sebagian dari Shahabat
berkata : فى
نجدنا “Di
Nejed kami” menunjukkan bahwa mereka juga meminta simpati Rosulȗllâh untuk
mendo’akan keberkahan Nejed sebagaimana do’a Nabi untuk keberkahan Syam dan
yaman. Kemudian mengenai daerah Nejed Muhammad Al-Mubârokfȗri
menukil pendapat Imâm Al-Khottôbi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar
sebagaimana telah dijelaskan diatas.[17]
Sedangakan kegoncangan yang dimaksud adalah
kegoncangan hati dan kekacauan umat, dan fitnah yang terjadi berupa petaka dan
bencana yang menyebabkan lemahnya Agama ini serta sedikitnya pengetahuan
terhadap Agama sehingga mencegahnya keberkahan sampai kepada mereka. Sementara
itu selanjutnya Muhammad
Al-Mubârokfȗri melanjutkan maksud dari يخرج
قرن الشيطان “Akan keluar Tanduk setan” bisa berarti
Kelompok, umatnya, zamannya, penolongnya sebagaimana telah disebutkan oleh
As-Suyȗthi.dan juga bisa dimaknai قرن
الشيطان adalah kekuatan setan
beserta penolongnya dalam rangka menyesatkan manusia. Karena memang dari Masyriq (Nejed) itu akan
munculnya fitnah dan firqoh-firqoh serta ahli bid’ah, seperti inilah
sebagaimana terdapat dalam Fath Al-Bârî, dan Badruddîn Al-‘Aini.[18]
6. Masu’ah
Syuruh Al-Muwattho’.
Didalam kitab besarnya yang beliau himpun dari
berbagai kitab Syarah Muwattho’ yang terkenal dan beliau kumpulkan menjadi satu
kitab yang diberi judul “ Masu’ah Syuruh Al-Muwattho’ “ didalamnya beliau
menjelaskan mengenai hadȋts diatas yang diambil dari kitab “Al-Qobas”
karya Abu Bakar Ibn Al-‘Arobi, bahwa telah tersebar luas mengenai ucapan Nabi
mengenai Kondisi Masyriq yang akan terjadi didalamnya Fitnah yang mana mata
pencaharian penduduknya bekerja sebagai pengembala/petani dan juga pada saat
itu kondisi Nejed seluruh penduduknya
berada didalam kekufuran dan beliau jelaskan tempatnya adalah Iraq.[19]
Masih didalam kitab yang sama kemudian beliau
juga ambil dari kitab At-Tamhid karya Ibn ‘Abd Al-Bar didalamnya dijelaskan bahwa
hadȋts ini merupakan
pengetahuan Nabi tentang berita ghô’ib mengenai masa depan. Sebagai
tambahan Ibn ‘Abd Al-Bar menyebutkan contoh fitnah-fitnah tersebut seperti
Perang Shiffin, Perang Jamal, dan tragedi pembunuhan Husein yang mana
semuanya terjadi di Iraq. Fitnah yang dimaksud didalamnya bisa berupa ‘adzab,
Kebakaran, peperangan yang semua terjadi antara sesama
manusia.[20]
7. Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik.
Beliau menjelaskan mengenai hadȋts diatas didalam kitabnya “ Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik “
bahwa Fitnah yang dimaksud bisa berupa Cobaan, bencana, hukuman dan ‘adzâb,
dan segala perbuatan yang dibenci seperti kekufuran, mencela, kemaksiatan.[21]
Selanjutnya beliau menjelaskan lebih detail
dengan menukil pendapat Ibn Hazm dalam kitabnya “ Al-Muhalla “ bahwa
fitnah-fitnah yang terjadi seperti perang Jamal, Perang Shiffin, Al-Hajjaj di
Iraq dan sekitarnya dan ini semua disebabkan karena terjadinya perpecahan
didalam tubuh kaum Muslimin terutama apa yang terjadi di Madinah dengan
terbunuhnya Kholîfah ‘Utsmân Bin ‘Affân sehingga bermula dari itulah terjadi
perang Jamal, Shiffin, hingga perang di Nahrowan.[22]
Sedangkan menurut Muhammad Zakariyyâ
Al-Kandahlawî sendiri bahwa hadȋts diatas berbicara mengenai kemunculan Dajjal,
alasannya adalah karena fitnah yang paling besar itu adalah fitnah yang dibawa
oleh Dajjal selain itu hadȋtsini juga satu tema dengan hadȋts yang diriwayatkan
Abȗ Huroiroh yakni
“
Kepala kekafiran berada di arah Masyriq” dan ini menurut beliau satu
tema dengan hadȋts diatas sebagimana kata-kata beliau: راءس
الكفر و قرن الشيطان عندى
واحد “Kepala
kekafiran dan tanduk setan menurutku satu (Tema)”.[23]
8
At-Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’.
Hisyâm
Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî dalam kitab “ At-Ta’liq ‘Ala
Al-Muwattho’ “ menjelaskan mengenai hadȋtsdiatas bahwa:
هَاهُنَا هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ bermakna: sesungguhnya telah banyak muncul praktek bid’ah
dari arah Masyriq seperti datangnya berita tentang seorang laki-laki
yang mengaku sebagai Nabi yang menyerukan untuk menyembah matahari, juga
menyeru kepada penyembahan terhadap bintang sebagaimana terjadi didaerah
Babilonia.[24]
مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ : قَرْنُ الشَّيْطَانِ :
Umat yang menyembah matahari dan barang siapa yang menyembah selain Allah
berarti ia telah menyembah setan, karena musibah memang banyak muncul dari arah
Masyriq dan didalamnya terdapat setan-setan yang menyebar.[25]
9.
Syarh As-Sunnah.
Didalam kitabnya “ Syarh As-Sunnah “ Imâm
Al-Baghowi menjelaskan mengenai hadȋts diatas bahwa
Nejed pada hadȋts diatas
adalah wilayah Iraq sebagaimana beliau nukil pendapat Imâm
Al-Khotthôbi yang telah dinukil kan oleh Ibnu Hajar dalam kitab
Syarahnya “Fath Al-bari” sebagaimana telah dicantumkan diatas.[26]
Keterangan diatas beliau kuatkan dengan menukil
hadȋts yang
diriwayatkan Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam “ Majmu’ “ nya dari Ibn
‘Umar , dengan jelas Nabi menyebut Nama Iraq.[27]
Pendapat Tokoh
diluar kitab Syarah mengenai makna hadîts “Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed).
Ditampilkannya
pendapat beberapa kalangan disini tidaklah dimaksudkan untuk keluar dari batasan kitab, tetapi
ditampilkan disini karena sebagai bahan tambahan kajian terhadap fenomena yang
terjadi ketika memaknai hadîts diatas.
1. Syeikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Telah Masyhur buku beliau yang berjudul
“Ad-duroru As-Saniyatu fi
Roddi ‘Ala Al-Wahabiyah “ bagi mereka yang selama ini kontra terhadap da’wah Syeikh Muhammd
Bin ‘Abd Al-Wahhab. Didalam buku ini beliau menjelaskan bahwa makna: قَرْنا الشَّيْطَانِ adalah Syeikh Muhammad Bin ‘Abd Al-Wahhab dan Musailamah
Al-Kadzzâb.[28]
2.
Syeikh Idahram.
Seorang yang masih belum jelas siapa Nama aslinya yang
kemudian ditengarai bernama Marhadi Muhayyar ini telah mengarang buku yang
cukup menghebohkan dikalangan pen-Da’wah yang diberi judul “ Sejarah
berdarah sekte Salafi Wahabi “. Didalam buku ini ia mengatakan bahwa hadȋts diatas adalah nubuwwah
Nabi akan kelahiran gerakan Salafi Wahhabi.[29]
3.
Tim LBM PCNU Jember.
Tim ini membuat sebuah buku yang merupakan buku bantahan untuk
Ustadz H. Mahrus Ali yang oleh Tim ini katakan sebagai Wahhabi. Didalam buku
ini sebagai serangan balik Tim ini menjadikan
hadȋtsdiatas sebagai hujjah bahwa yang
dimaksud oleh hadȋtsdiatas adalah kelompok Wahhabi dan dengan
jelas Tim ini menyebut Wahhabi sebagai kelompok pengikut setan.[30]
Berdasarkan keterangan dalam penyajian data diatas dapat kita kumpulkan
bahwa pada umumnya ‘ulamâ’ Ahli hadȋts yang men-Syarah
hadȋts “ Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)” berkesimpulan
bahwa Nejed pada Lafazh hadȋts adalah wilayah Iraq sedangkan
kegoncangan dan fitnah yang dimaksud oleh Rosullullah sepeninggal beliau adalah
seperti Perang jamal, perang Shiffin, Perang Nahrowan, Syi’ah, Mu’tazilah,
Jahmiyyah, Qodariyyah yang fitnah-fitnah ini bermula atas kematian Kholîfah
‘Utsmân Bin ‘Affân Ra, serta munculnya Ya’juj dan ma’juj, dajjal.
Sedangkan pendapat yang berbeda menunjukkan bahwa hadȋts
diatas adalah nubuwwah Nabi akan munculnya sebuah gerakan yang mereka
juluki dengan Wahhâbi yang di-nisbah-kan kepada Syeikh Muhammad
Bin ‘Abd Al-Wahhâb.
C.
Analisa
Kualitas Sanad hadȋts.
Hadȋts pertama:
حدثنا علي بن عبد الله حدثنا أزهر بن
سعد عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر قال : ذكر النبي صلى الله عليه و سلم ( اللهم
بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ قال
( اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله
وفي نجدنا ؟ فأظنه قال في الثالثة ( هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان)
Hadits ini secara
kualitas shohîh dan ini sudah masyhur dikalangan
seluruh ‘ulama’ bahwa hadȋts- hadȋts yang
diriwayatkan Imâm Al-Bukhôri dan shohîh Muslîm dapat
dijadikan hujjah.[31]
Hadȋts
kedua :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ
أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْمَشْرِقِ يَقُولُ « أَلاَ
إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا
هُنَا أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ
الشَّيْطَانِ ».
hadȋts ini Shohîh
dan sudah mayhur dikalangan Ahli hadȋts Bahwa hadȋts-
hadȋtsyang diriwayatkan Imâm Muslim dapat dijadikan hujjah
dan dapat diterima.[32]
Hadȋts Ketiga :
حدثنا بشر بن آدم بنت أزهر السمان
حدثني جدي أزهر السمان عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر : أن رسول الله صلى الله
عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا قالوا وفي نجدنا
قال اللهم بارك لنا في شأمنا وبارك لنا في يمننا وفي نجدنا قال هناك الزلازل والفتن
وبها أو قال منها يخرج قرن الشيطان.
Hadȋts ini secara kualitas menurut Imâm Al-Hâfizh Ibn Al-‘Arobi
Al-Maliki dan Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albâni dalam tahqiq-nya
terhadap Sunan At-Tirmidzi menilai dengan derajad hasan shohîh
ghorîb.[33]
Hadȋts keempat:
حدثنا عبد الله ثنا
أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن
عمر قال : صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس
فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان .
Hadȋts kelima:
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيرُ
إِلَى الْمَشْرِقِ وَيَقُولُ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ
الشَّيْطَانِ.
Secara kualitas hadȋts ini shohîh karena tidak ada ikhtilâf
didalam sanad-nya sebagaimana dijelaskan Al-Imâm Yȗsuf Bin ‘Abdillâh Bin
‘Abd Al-Bar.[35]
Hadȋts keenam:
حدثنا
أحمد بن طاهر قال حدثنا جدي حرملة بن يحيى قال حدثنا بن وهب قال حدثني سعيد بن أبي
أيوب قال حدثني عبد الرحمن بن
عطاء عن نافع عن بن عمر أن رسول الله قال : اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا
فقال رجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال
الرجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا إن من هنالك
يطلع قرن الشيطان وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال.
Kalimat وبه
تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال yang terdapat dalam Matan hadȋts menurut
‘ulamâ’ berstatus “ghoiru mahfȗzh”
karena ‘Abd Rahmân Ibn ‘Athô’ tidak meriwayatkan dari Nâfi’.[36]
Sedangkan selain dari وبه تسعة أعشار الكفر
وبه الداء العضال dalam matan hadȋts diatas
sejalan dengan hadȋts Shohîh seperti Riwayat
Al-Bukhôri dll.
Hadȋts ketujuh:
حدثنا عبد الله بن
العباس بن الوليد بن مزيد البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد الله بن شوذب
حدثني عبد الله بن القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري عن سالم بن
عبد الله بن عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اللهم بارك في
مكتنا وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا اللهم بارك لنا
في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله وعراقنا فأعرض عنه فرددها ثلاثا
وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل والفتن وفيها يطلع قرن
الشيطان.
Secara kualitas hadȋts ini shohîh menurut syarat Al-Bukhôri
sebagaimana disebut Mahmudi ‘Abd Al-Majîd As-Salafi dalam tahqîq-nya
terhadap Mu’jam Asy-Syâmiyyîn.[37]
Analisa terhadap Matan hadȋts.
1.
Makna Nejed.
Untuk mengetahui Makna Nejed yang
sebenarnya dan terlepas dari sikap ta’assub kelompok, madzhab,
tokoh, dll kita akan lihat pengertian sesungguhnya dari kitab-kitab mu’tabar
dan mu’tamad yang telah diakui oleh para ‘ulamâ’ Islam baik dari Muhadditsîn
maupun ahli bahasa dan dijadikan rujukan oleh umat Islam.
Bagi orang yang ingin meneliti jalur-jalur hadȋts ini dan
membandingkan lafazh-lafazh-nya, niscaya tidak samar lagi baginya
penafsiran makna Nejed yang benar dalam hadȋts ini. Hal itu karena penafsiran hadȋts dengan haditsmerupakansalah satu metode penafsiran yang
terbaik. Guna menemukan Fiqh Al- hadȋts mengenai maksud dari lafazh pada matan
hadȋts yang sedang
diteliti ini, maka akan dikemukakan hadȋts - hadȋts yang saling menafsirkan satu dengan yang
lainnya. Dalam lafazh yang dikeluarkan Imâm Thobrôni dalam Mu’jâm
Al-Kabîr no.13422 dari jalur Ismâ’îl bin Mas’ȗd: dengan lafazh:
حدثنا الحسن بن علي
المعمري ثنا إسماعيل بن مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع
عن ابن عمر : أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ( اللهم بارك لنا في شامنا اللهم
بارك في يمننا ) فقالها مرارا فلما كان في الثالثة أو الرابعة قالوا يارسول الله وفي
عراقنا قال : ) إن ( بها الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان )
Menceritakan
kepada kami Hasan Bin ‘Ali Al-ma’mary, menceritakan kepada kami Ismâ’îl
Bin Mas’ȗd,Menceritakan kepada kami ‘Ubaidillâh Bin ‘Abdillâh Bin ‘Aun, dari
ayah-nya dari Nâfi’ dari Ibn ‘Umar: sesungguhnya Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi
Wasallam berkata: Wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, wahai Alloh
berkahi kami dalam Yaman kami. Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga
atau keempat kalinya, para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah Dalam ‘Iraq
kami?” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah
dan di sana pula muncul tanduk setan.”[38]
حدثنا علي بن سعيد
قال نا حماد بن إسماعيل بن علية قال نا ابي قال نا زياد بن بيان قال نا سالم بن
عبد الله بن عمر عن ابيه قال صلى النبي صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر ثم انفتل
فأقبل على القوم فقال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا
اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله فسكت ثم قال اللهم
بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في حرمنا وبارك لنا
في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله قال من ثم يطلع قرن الشيطان
وتهيج الفتن لم يرو هذا الحديث عن زياد بن بيان إلا إسماعيل بن عبلة تفرد به عنه
ابنه حماد.
Menceritakan kepada kami ‘Alî Bin Sa’îd berkata
menceritakan kepada kami Hamâd Bin Ismâ’îl Bin ‘Ulyah berkata menceritakan
kepada kami ayahku berkata menceritakan kepada kami ziyâd Bin bayân berkata
menceritakan kepada kami Sâlim Bin ‘Abdillâh Bin ‘Umar dari ayahnya bahwa
berkata Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam pada Sholat Fajar
kemudian beliau berpaling kearah kaumnya dan berkata : Wahai Alloh berkahilah Madinah kami dan
berkahilah Mud kami dan Sho’ kami, wahai Alloh berkahilah Syam kami dan
berkahilah Yaman kami berkata seorang laki-laki di ‘Iraq juga
wahai Rosȗlullâh, kemudian Rosȗlullâh diam dan kembali berkata: Wahai Alloh
berkahilah Madinah kami dan berkahilah Mud kami dan Sho’ kami. wahai Alloh
berkahilah Harôm kami dan berkahi Syam kami dan berkahilah Yaman kami, berkata
seorang laki-laki di ‘Iraq juga wahai Rosȗlullâh, Beliau
menjawab, ”Sesungguhnya di sana muncul tanduk setan dan bergejolaknya api
fitnah Tidak
diriwayatkan Hadîts ini dari Ziyâd Bin bayân kecuali Ismâ’îl
Bin ‘Ulyah yang menyendiri darinya yakni anaknya Hamâd..[39]
حدثنا عبدالله بن جعفر ثنا
إسماعيل بن عبدالله ثنا الحسن بن رافع الرملي ثنا ضمرة عن ابن شوذب عن توبة
العنبري عن سالم بن عبدالله عن أبيه أن عمر قال إن النبي صلى الله عليه و سلم قال
اللهم بارك لنا في صاعنا وفي مدنا فرددها ثلاث مرات فقال الرجل يا رسول الله ولعراقنا
فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بها الزلازل والفتن ومنها يطلع قرن
الشيطان كذا رواه ضمرة عن ابن شوذب عن توبة ورواه الوليد بن مزيد عن ابن شوذب عن
مطر عن توبة .
Menceritakan
kepada kami ‘Abdullâh Bin ja’far menceritakan kepada kami Ismâ’îl Bin ‘Abdillâh
menceritakan kepada kami Hasan Bin Rôfi’ Ar-Romly menceritakan kepada
kami Dhomroh dari Ibn Syaudzab dari Taubah Al-‘Anbary dari Sâlim Bin ‘Abdillâh
dari ayahnya sesungguhnya ‘Umar berkata bahwa sesungguhnya berkata Nabi ShollAllâhu
‘Alaihi Wasallam: Wahai Alloh
berkahilah Sho’ kami dan Mud kami, beliau mengulanginya tiga kali kemudian
berkata seorang laki-laki wahai Rosȗlullâh di ‘Iraq kami,
kemudian Rosȗlullâh berkata:”Sesungguhnya di sana akan terjadi kegoncangan dan
fitnah dan didalamnya akan muncul tanduk
setan.[40]
حدثنا عبدالله بن محمد بن
جعفر ثنا عبدالله بن جامع الحلواني ثنا عباس ابن الوليد بن مزيد ثنا أبي ثنا ابن
شوذب حدثني عبدالله بن القاسم ومطر وكثير أبو سهل عن توبة عن سالم عن أبيه أن
النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مكتنا
وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا وبارك لنا في صاعنا ومدنا فقال رجل يا رسول
الله وفي عراقنا فأعرض عنه فقال فيها الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان.
Menceritakan
kepada kami ‘Abdullâh Bin Muhammad Bin ja’far menceritakan kepada kami
‘Abdullâh Bin Jâmi’ Al-Hilwâny menceritakan kepada kami ‘Abbâs Ibn
Al-Walîd Bin Mazîd menceritakan kepada kami Ayahnya bahwa sesungguhnya berkata
Nabi ShollAllâhu
‘Alaihi Wasallam: Wahai Alloh
berkahilah Madinah kami dan keberkahan bagi kami Negeri Makkah, keberkahan bagi
kami Negeri Syam kami keberkahan bagi kami Negeri Yaman kami keberkahan bagi
kami Negeri Sho’ Kami dan Negeri Mud kami berkata seorang laki-laki wahai
Rosȗlullâh di‘Iraq kami, kemudian Rosȗlullâh berpaling dari nya
dan berkata:” didalamnya (‘Iraq) akan terjadi kegoncangan dan fitnah dan
darinya akan muncul tanduk setan.[41]
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
عُمَرَ بْنِ أَبَانَ وَوَاصِلُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى وَأَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الْوَكِيعِىُّ
وَاللَّفْظُ لاِبْنِ أَبَانَ قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ
قَالَ سَمِعْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ يَا أَهْلَ
الْعِرَاقِ مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيرَةِ وَأَرْكَبَكُمْ لِلْكَبِيرَةِ
سَمِعْتُ أَبِى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِىءُ مِنْ هَا هُنَا ».
وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ « مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنَا
الشَّيْطَانِ ». وَأَنْتُمْ يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ
رِقَابَ بَعْضٍ وَإِنَّمَا قَتَلَ مُوسَى الَّذِى قَتَلَ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ
خَطَأً فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ (وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ
مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا)
Menceritakan
kepada kami ‘Abdullâh Bin ‘Umar Bin Abân dan Wâshil Bin ‘Abd Al-A’lâ dan Ahmad
Bin ‘Umar Al-Waki’iy dengan menggunakan lafazh dari Ibn Abbân mereka berkata
menceritakan kepada kami Ibn Fudhoil dari Ayahnya yang berkata saya mendengar
Sâlim Bin ‘Abdillâh Bin ‘Umar berkata:Wahai penduduk
Iraq! Alangkah seringnya kalian bertanya tentang
masalah-masalah sepele dan alangkah beraninya kalian menerjang dosa besar! Saya
mendengar ayahku Abdullah bin Umar mengatakan, ”Saya mendengar Rasulullah ShollAllâhu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,’Sesungguhnya fitnah datangnya dari arah sini beliau
sambil mengarahkan tangannya ke arah timur, dari situlah muncul tanduk setan. Kalian saling menebas leher satu sama lain.
Musa hanya membunuh orang yang berasal dari keluarga Fir’aun karena tidak
sengaja. Lalu Allah ‘azza wa jalla berfirman padanya : ‘Dan kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami
telah mencobamu dengan beberapa cobaan.”
(Thaahaa: 40)”[42]
Dari
data-data yang telah dikumpulkan dan dengan menggunakan Kaidah yang telah
dirumuskan ‘ulamâ’ maka dapatlah kita ketahui keterangan dari para ‘ulamâ’
khususnya ahli hadȋts dan ‘Ulama’ Ahli Bahasa bahwa Nejed pada hadȋts diatas
adalah Nejed ‘Iraq inilah yang telah diterangkan oleh para Muhadditsîn seperti:
Ibn Hajar Al – ‘Asqolâni, Al-Kirmâni, Al-‘Aini, Ibn Batthôl, Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Muhammad
Al-Mubârokfȗri, Dr. ‘Abd As-Sanad Hasan Yamamah,
Muhammad
Zakariyyâ Al-Kandahlawî, Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî,
Al-Baghowi.[43]
Kemudian para Ahli Bahasa juga
melengkapi bahwa Nejed yang dikenal oleh orang Arab itu banyak termasuk
didalamnya adalah Nejed ‘Iraq, dan sangat sulit untuk dipungkiri lagi setelah
adanya keterangan dari hadȋts- hadȋts diatas
yang dengan jelas menyebutkan bahwa tempat itu adalah ‘Iraq.
Ibnu
Taimiyyah mengatakan didalam Fatawaa nya:
وَمَعْلُومٌ
أَنَّهُ كَانَ بِالْكُوفَةِ مِنْ الْفِتْنَةِ وَالتَّفَرُّقِ مَا دَلَّ عَلَيْهِ
النَّصُّ وَالْإِجْمَاعُ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) الْفِتْنَةُ
مِنْ هَاهُنَا ؛ الْفِتْنَةُ مِنْ هَاهُنَا ؛ الْفِتْنَةُ مِنْ هَاهُنَا ؛ مِنْ
حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ (
Diketahui bahwa di Kufah terjadi fitnah dan
perpecahan yang telah ditunjukkan oleh Nash dan Ijma karena ada Sabda Nabi
ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam: fitnah dari arah sini, fitnah dari arah sini,
fitnah dari Arah sini, yaitu dari tempat munculnya tanduk setan.[44]
Sejarah
dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadȋts Nabi di atas.
Benarlah ‘Iraq adalah sumber fitnah, baik yang telah terjadi maupun
yang belum terjadi. Seperti:
1.
Keluarnya Ya’jȗj dan Ma’jȗj
2.
Perang Jamal
3.
Perang Shiffîn
4.
Fitnah Karbala’
5.
Tragedi Tartar
Demikian
pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti:
1.
Khowârij yang muncul di kota Harȗro’ kota dekat
Kuffah
2.
Rafidhah (Syi’ah) hingga kini masih kuat
3.
Mu’tazilah
4.
Jahmiyah, dan Qadariyah.[45]
Dan kenyataan
yang kita saksikan dengan mata kepala pada saat ini, keamanan di ‘Iraq terasa
begitu mahal. Banyak peperangan dan pertumpahan darah antara Sunni Syi’ah serta
andil (campur tangan) orang-orang kafir dalam menguasai ‘Iraq karena Iraq
dikenal dengan Negara yang kaya akan minyak dan merupakan salah satu Negara
terkuat Arab saat itu. Dilihat dari segi sifatnya mereka pada umumnya adalah
orang-orang yang sangat teguh dalam berprinsip sampai masalah terkecil
sekalipun akan dipermasalahkan sehingga disindir oleh Ibnu ‘Umar[46]
ketika mereka menanyakan hal yang sangat kecil (bertanya tentang hukum darah
nyamuk yang mengenai orang sholat) sementara mereka terlibat dalam masalah
besar seperti pembunuhan keluarga Husain.[47]
Kita berdo’a kepada Allâh agar memperbaiki keadaan di ‘Iraq, menetapkan
langkah para mujâhidîn di ‘Iraq dan menyatukan barisan mereka. Amiin.
2. Makna
Tanduk Setan (Qorn Asy-Syaithôn).
Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam
kitab syarah hadȋts maka keseluruhannya dapat kita simpulkan yang
saling melengkapi bahwa قرن
الشيطان itu adalah kekuatan setan berupa fitnah-fitnah
yang disebarkan guna untuk menguasai manusia yang senantiasa menyebar diantara
manusia guna untuk memalingkan manusia yang hanya beribadah kepada Allâh kepada
beribadah kepada setan.[48]
Berdasarkan dari keterangan-keterangan diatas
dapat dipahami bahwa maksud hadȋts
tersebut adalah Nubuwwah Nabi kepada para Sahabatnya akan terjadinya fitnah
besar serta munculnya kekuatan setan yang senantiasa menyebar di Negeri yang
beliau sebut dengan Nejed, dan berdasarkan kajian yang dilakukan dengan
mengumpulkan hadȋts - hadȋts yang semakna serta menyertakan pendapat para ‘ulamâ’
melalui kitab-kitab mereka yang mu’tabar dan mu’tamad maka, dapat diketahui
bahwa Nejed yang dimaksud Nabi yakni Negeri ‘Iraq.
Tanduk
sendiri mempunyai arti filosofi tersendiri dalam sabda Nabi diatas, biasanya
Nabi selalu menyimbolkan suatu kejadian atau sifat dengan sesuatu yang biasanya
lekat dan dekat dengan kehidupan manusia, seperti tanduk dilambangkan dengan
simbol kejahatan setan dan fakta nya sampai sekarang perkumpulan theosofi
dan pemuja setan juga menggunakan atribut dengan gambar setan yang mempunyai
tanduk diacara-acara mereka.[49]
Keutamaan
yang tetap dalam bentuk umum tidak menjadi ketetapan bagi individu begitu juga
kecaman yang tetap dengan keumuman tidak menjadi ketetapan bagi Individu. Jika
benar bahwa yang dimaksud Najd adalah Iraq atau Hijaz, maka kita tidak boleh
menetapkan celaan dan kecaman kepada pribadi-pribadinya karena tidak otomatis
penduduk negeri tersebut menjadi tercela. Berapa banyak
orang fasik dan tercela berada di Madinah, Mekkah dan Syam sedangkan
banyak sekali orang alim lagi terpuji tinggal dan lahir di ‘Iraq dan Hijaz.
Dalam sebuah hadȋts yang ditujukan kepada penduduk Madinah
disebutkan:
حَدَّثَنَا ابْنُ
عُيَيْنَةَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ عُرْوَةَ ، عَنْ أُسَامَةَ ، أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَشْرَفَ عَلَى أُطُمٍ مِنْ آطَامِ الْمَدِينَةِ ،
ثُمَّ قَالَ : هَلْ تَرَوْنَ مَا أَرَى إنِّي لأَرَى مَوَاقِعَ الْفِتَنِ خِلاَلَ
بُيُوتِكُمْ كَمَوَاقِعِ الْقَطْرِ.
Menceritakan kepada kami Ibn ‘Uyainah, dari
Azzuhry, dari ‘Urwah, dari Usâmah, sesungguhnya Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi
Wasallam merupakan benteng yang paling mulia dari benteng-benteng yang ada di
Madinah, Nabi berkata: Sesungguhnya aku benar-benar melihat tempat-tempat
fitnah keluar dari rumah kalian seperti
tetesan-tetesan Hujan.[50]
Apakah boleh kita mencela penduduk Madinah atau
‘Ulama’ Madinah?
Bumi tidak
mensucikan individu. Begitu indah apa yang dikatakan oleh dua orang yang telah
dipersaudarakan oleh Rasulullah shollAllâhu ‘Alaihi Wasallam. karena
cintanya Salman kepada Abu Dardâ’, beliau menginginkan Saudaranya tersebut
Pindah bersamanya ke Syam sebagai daerah yang kerap dipuji oleh Rasȗlullah.
lalu Abu Dardâ’ menjawab dengan jawaban yang perlu ditulis dengan tinta emas,
Abu Dardâ’ menjawab:
أما بعد, فإن الأرض المقدسة لا تقدس أحداً, وإنما يقدس الإنسان بعمله
Amma ba’du, Sesungguhnya tanah yang disucikan tidak
dapat mensucikan seorangpun, Yang bisa mensucikan seseorang adalah amalnya.[51]
Celaan dan
kecaman terhadap suatu daerah tertentu terkait fitnah yang akan terjadi
didaerah tersebut tidak terjadi sepanjang kurun dan waktu tapi terkadang daerah
tersebut adalah mercusuar dari pengetahuan dan keilmuan serta kejayaan.
Oleh
karena itu mempelajari makna hadȋts dengan bantuan kitab-kitab syarah
(penjelasan) para ulama tentu menjadi keharusan agar tidak keliru menafsirkannya.
Alangkah
indahnya ucapan Sufyan bin ‘Uyainah:
يَا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ تَعَلَّمُوْا مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ
فَإِنِّيْ تَعَلَّمْتُ مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً
Wahai penuntut
ilmu hadȋts! Pelajarilah makna hadȋts, sesungguhnya
saya mempelajari makna hadȋts selama tiga puluh tahun.[52]
D.
Penutup
Berdasarkan
analisis yang peneliti lakukan, maka terdapat kesimpulan sebagai berikut:
1.
Hadîts “FITNAH
TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)” pada penelitian
ini secara kualitas adalah shohîh, dan secara kwantitas hadȋts ini
diriwayatkan oleh 6 orang Sahabat dengan lafadz yang diriwayatkan secara
Bil Ma’na.
2.
Masyriq
dalam hal ini adalah Nejed yang dimaksud oleh Rosȗlullâh pada hadȋts “FITNAH TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)” berdasarkan penjelasan Imâm-Imâm Ahli hadȋts kemudian
dikuatkan oleh Pendapat Ahli Bahasa maka tidak syak lagi bahwa Nejed
yang dimaksud adalah Nejed ‘Iraq.
3.
Makna
“Qorn Asy-Syaitôn” sendiri adalah Fitnah besar yang mengakibatkan
terjadinya kekacauan yang disebarkan setan ditengah-tengah manusia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Qur’ân dan Terjemahan,
Klaten: Indiva,2009.
Al-Amir
‘Ala’ Ad-Din ‘Ali Bin Balbân Al-Farîsi, Shohih Ibn Balban
Bitartîbi Ibn Hibbân, Beirut: Mu’assah Ar-Risalah, 1993.
‘Abd
As-Sanad Hasan Yamamah, Masu’ah
Syuruh Al-Muwattho’, Mesir: ttp, 2005.
‘Abdul Mannân Ar-Rôsikh, Mu’jam
Al-Ishthilâhat Al-Ahâdits An-Nabâwiyyah, (Terjemahan)
Jakarta: Darul Falah,2006.
‘Abdul Fattâh Hasan
Abû Al-‘Ulyah, Tarîkh Ad-Daulah As-Su’ûdiyyah Ats-Tsâniyyah,
Riyadh:1991.
‘Abdu Al-Ghoffâr Sulaiman Al-Bandari
Dan Sayyid Karwi Hasan, Mausû’ah Ar-Rijâl Al-Kutub At-Tis’ah,
Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,1993.
‘Abdullah Bin Muhammad Al-Bassam, Tukhfatu Al-Musytaq Fi
Akhbâri Najdi Wa Al-Hijâzi Wa ‘Irôqi,Kuwait: Syirkah Al-Mukhtalif,2000.
Abî
As-Sa’âdât Al-Mubârok Bin Muhammad Al-Jazary, An-Nihayah fî Ghorîb Al-Hadits
wa Al-Atsar, Riyadh: Maktabah Al-Islamiyyah, tth.
Abî
Bakar ‘Abdillâh Bin Muhammad Bin Abî Syaibah Al-‘Absy Al-Kȗfy, Al-Mushonnaf,
Beirut: Dar Al-Qorthobah, 2006.
Abî
Al-Husain ‘Ali Bin Kholaf Bin ‘Abd Al-Mâlik, Syarh Shohîh
Al-Bukhôri li Ibn Batthôl, Riyadh: Maktabah Ar-Rosyid,tt.
Abî
Al-Husain Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh
Muslim, Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, 1998.
____ ,Shohîh Muslim,
Riyadh: Dar Ath-Thoyyibah,2006.
Abî
Ja’far Ahmad Bin Muhammad Bin Salâmah Ath-Thohâwi, Syarah
Musykil Al-Atsar, Beirut: Mu’assasah Ar-Risâlah, 1994.
Abî
Musâ Muhammad Bin Abî Bakar Bin Abî
‘Îsâ Al-Madîni Al-Ashfahâni, Al-Majmȗ’ Al-Mughîts fî ghorîb Al-Qur’ân
Wa Al-Hadîts, Riyadh: Ummul Qurô University, 2005.
Abî
Nu’aim Ahmad Bin ‘Abdullâh Al-Ashfahâny, Hilyah Al-Auliyâ’ wa
Thobaqôt Al-Ashfiyâ’, Beirut: Dar Al-kitâb Al-‘Ilmiyyah, 1988.
Abî
Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath,
ttp: Dar Al Haromain, tt.
____, Mu’jam Al-Ausat, Sudan: Dar Al-Haromain,1995.
____, Al-Mu’jam Al-Ausath, Mesir:
Maktabah Ibn Taimiyyah, tth.
____, Musnad Asy-Syamiyyin, Beirut:
Mu’assasah Ar-Risalah, 1989.
Abî
Sulaimân Hammad Bin Muhammad Al-Khottôby, I’lâm Al-Hadîts,
Mekkah: Ummul Qurô’ University, tth.
Abî
Al-‘Ulya Muhammad Bin ‘Abd Ar-Rohmân Bin ‘Abd Ar-Rohîm
Al-Mubârkfȗri , Tukhfah Al-Akhwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan
At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Fikr, tt.
Abȗ
Fatiyah Al-adnâni, Misteri pasukan panji hitan (Ashhâb Ar-Rôyati
As-Sȗd), Surakarta: Granada Media Utama, 2008
Abȗ Al-Mukarrom Ibn Al-Manzhȗr, Lisân Al-‘Arobi,
Beirut: Dar Al-Ma’ârif, tth.
Abȗ
Thôlib Al-Qôdhi, ‘Ilal At-Tirmîdzi Al-Kabîr, Beirut: Maktabah
An-Nakhdhoh Al-‘Arôbiyyah, 1989.
Abû ‘Umar ‘Utsmân Bin Sa’id Al-Muqri’ Ad-Dânyy, As-Sunan
Al-Wâridah Fi Al-Fitan Wa Ghowâ’iliha Wa Asy-Syâ’atu Wa Asyrôtiha, Dar
Al-‘Ashîmah,tt.
Abȗ
‘Ubaidah Masyhȗr Bin Hasan Alu Salmân, At-Tahdzîb Al-Hasan Li
Kitâb Al-‘Irôq Fî Ahâdîtsi Wa Atsâr al-Fitan, Oman: Dar Al-Atsariyyah, 2007.
Ahmad
Bin ‘Ali Bin Muhammad Al-‘Asqolâni, Fath Al-Bâri Bi Asy-Syah
Ash-Shohîh Al-Bukhôri, Riyadh: Mamlakah Mâlik Fahd
Al-Wathoniyyah, 2001.
____, Nukhbah Al-Fikr Fi Mushtholah
Ahli Atsar, Beirut: Dar
Ibn-Hazm, 2006.
Ahmad Bin Hanbal, Musnad Lil Imâm Ahmad Bin
Hanbal, Kairo: Dar Al-Hadîts, Tahqîq: Ahmad Muhammad
Sakir 1995.
Ahmad Muhammad Adh-Dhobîb, Atsar Syeikh Muhammad
Bin ‘Abdul wahhâb, Riyadh:Mamlakah Al-‘Arôbiyyah As-Su’ûdiyyah,1977.
Ahmad
Muhammad Syâkir, Al-Bâ’its Al-Hatsîts Syarh Ikhtishôr ‘Ulȗm
al-Hadîts, Beirut: Dar Kitab ‘Ilmiyyah, tt.
‘Ali Akbar Fiyâdh, Tarikh Jazîroh ‘Arôbiyyah
Wa Al-Islami, Mesir: Markaz An-Nasyr Li jâmi’ah Al-Qôhiroh,1993.
‘Ali Al-Muttaqi Bin
Hisâmuddîn Al-Hindi Al-Burhân Al-Fauri, Kanzul ‘Ummal, Beirut:
Mu’assasah Ar-Risâlah, 1985.
Ali Mushthofa Ya’kub, Kritik Hadits, Jakarta: Pustaka
Firdaus, Cet.Kelima, 2008.
AM. Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi,Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar,2011.
Badruddîn
Abî Muhammad Mahmȗd Bin Ahmad Al-‘Aini, ’Umdat Al-Qôrî
Syarh Shohîh Al-Bukhôri, Beirut: Dar Kitab
Al-‘Ilmiyyah, 2001.
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadits (Studi kritis Atas Kajian
Hadits Kontemporer), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Dawud ‘Athiyah ‘Abduh, Al-Mufrodatul
Asy-syai’ah fi Al-Lughôti Al-‘Arôbiyyah, (Terjemahan) Klaten: wafa
press,2008.
Daud Bin Sayyid Sulaiman Al-Baghdâdi An-Naqsabandy Al-Khôlidi, Al-Minhatu
Al-Wahbiyyah fi Roddi Al-Wahhâbiyyah, Turki: Ikhlas Vakfi,2000.
Daniel
Juned, Ilmu Hadits “Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadits”,
Jakarta: Erlangga,2010.
Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Jakarta: Usamah
Press, 2003.
___ , Sunnah Dibawah Ancaman (Dari
Snouck Hurgronje Hingga Harun Nasution), Bandung: Syaamil, 2006.
Erfan Soebahar, Menguak Fakta
Keabsahan Al-Sunnah (Kritik Musthofa Al-Siba’I Terhadap Ahmad Amin Mengenai
Hadits Dalam Fajrul Islam), Jakarta Timur: Kencana, 2003.
Gamal Komandoko, Ensiklopedi
Istilah Islam, Yogyakarta: Cakrawala, 2009.
Habib
Salim Bin Ahmad Bin Jindan, Fatwa Isu penting “Putusan Ulama Besar
Indonesia”, Semarang: Asy-Syifa,1997.
Hamzah
Bin Asad, Tarîkh Ad-Dimasyq, Dimasyq: Dar Hassan,1983.
Hartono Ahmad ja’iz dan ‘Abduh
Zulfikar Akaha, Bila Kyai diperTuhankan ”Membedah Sikap Beragama NU”,Jakarta
Timur: Pustaka al-Kautsar,Cet.kedelapan,2008.
Hasan
Bin ‘Ali As-Saqqôf, Al-Bisyâroh Wa Al-Ithaf, Dimasyq: Maktabah
At-Takhshîshiyyah li Al-Roddi ‘Ala Al-Wahhâbiyyah,Cet.ketiga,2007.
Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1991.
Heri Jauhari, Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Artikel, Resensi, laporan, Makalah, Proposal, Skripsi, Tesis),
Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009.
Hisyâm
Bin Ahmad Al-Waqqosyiyy Al-Andalûsyy, Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’,
Riyadh: Maktabah Al-‘Ubaikan,2001.
Howard M. Pederspiel, Persatuan Islam”Pembaharuan Islam
Indonesia abad XX”, (Terjemahan Disertasi Doktor) Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press,1996.
Husain Bin Mas’ȗd Al-Baghowi, Syarh As-Sunnah,
Beirut: Maktabah Islamî, 1983.
Ibn
Al-‘Arobi Al-Maliky, ‘Aridhoh Al-Ahwâdzi bi Syarh Shohîh
At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah, tt.
Ibnu Al-Jauzi, Ar-Roddu ‘Ala Al-Muta’asshib Al-‘Anid Al-Mani’
Min Dzammi Yadzîd, Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,2005.
Ibnu Katsîr, Al-Bidâyah Wa
An-Nihâyah,(Terjemahan) Jakarta: Darul Haq,2004.
Ibnu Mandzȗr, Lisân Al-‘Arobi,
Bairut: Dar Al-Ma’arif.tt.
Jalâluddin As-Suyȗthy, Argumentasi
As-Sunnah (Kontra Atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisinal) Terjm, Surabaya:
Risalah Gusti, 1997.
___ , Tadrîb Ar-Rôwi Fi Asy-Syarh Taqrîb
An-Nawâwi, Bairut: Mu’assah Ar-Royyân,2005.
Kholid Bin Muhammad
Al-Farôji, Al-Khobaru Wa Al-‘Ayanu Fi Tarîkh An-Najdi, Riyadh: Maktabah
Al-‘Ubaikan,2000.
Khotib
Al-Baghdadi, Al-Kifâyah Fi Ma’rifati Ushûli ‘Ilmi Ar-Riwâyah, Mesir: Dar
Al-Hudâ, 2003.
Luthfi Bashori, Musuh Besar Umat Islam, Jakarta Selatan:
Lembaga penelitian dan pengkajian Islam (LPPI),2006.
Mahmȗd
Bin ‘Umar Az-Zamakhsyary, Al-Fa’iq, Beirut: Dar Al-Fikr, 1979.
Mahmud Hilal Hilal Muhammad Al-Sisi,(Terjm) Abdul Shomad, Johar
‘Arifin, Metodologi Ahli Hadits (terjm), Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau,
2010.
Mahmȗd Yȗnus, Kamus
Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung.tt.
____,‘Ilmu Mushtholah Al-Hadȋts,
Jakarta: Maktabah As-Sa’âdiyyah Futra,1940.
Mahmûd At-Thohhân, Taisîr Mustholâh Al-Hadîts,
Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,2004.
Mahrus Ali, Sesat Tanpa Sadar,
Jawa Timur: Laa Tasyuk Press, Cet.10, 2011.
Majma’ Al-Lughôtu Al-‘Arôbiyyatu
Jumhûriyyah Al-Mishriyyah Al-‘Arôbiyyah, Al-Mu’jam Al-Wâshith, Mesir:
Maktabah Asy-Syuruq Al-‘Arôbiyyah,2004.
___ , Al-Mu’jam Al-Wajîz,
Mesir: Maktabah Asy-Syuruq Al-‘Arôbiyyah,1994.
____ , Mu’jam Al-Wajiz, Mesir: Maktabah
Syurȗq Ad-dauliyyah, 1994.
____ , Mu’jam Al-Wasith, Mesir:
Maktabah Syurȗq Ad-dauliyyah, 2004.
Mâlik Bin Anas,
Al-Muwattho’, Mesir: Dar Ar-Royyân, 1988.
Mardalis, Metode
Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mudzakaroh Asâtidzah Al-‘Ulamâ’ Ad-Dimasq, Kulla mâ Fi
Al-Bukhôri Shohîh, Kuwait: Jam’iyyah Ishlah
Al-Ijtima’I, 1966.
Muhammad Abû Zahroh, Al-Hadîts Wa Al-Muhadditsûn,
Riyadh: Mamlakah Al-‘Arôbiyyah As-Su’ûdiyyah.
Muhammad At-Tunji, Al-Mu’jam Al-Mufasshol Fi At-Tafsîri
Al-Ghorîb Al-Hadîts,Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,2002.
Muhammad Bin ‘Abdu Ar-Rohmân
Al-Maghrowi, Al-‘Aqîdah As-Salâfiyyah, Riyadh: Dar Al-Manâr,1992.
Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb, Kasyf
Asy-syubuhât, (Terjemahan) Riyadh: Maktabah At-Ta’âwuni,2005.
Muhammad bin Mathor Az-Zahrôni, Tadwîn As-Sunnah An-Nabâwiyyah
‘’Nasy’atuhu wa Tathowwaruhu minal Qorni Al-Awwal ilâ Nihâyati Al-Qorni At-Tâsi’
‘Asyr, “Riyadh: Maktabah
Dar-Al-Minhaj, 2005.
Muhammad
Bin Muhammad Abȗ Syuhbah, Al-Wasîth
fȋ ‘Ulȗmi Wa Mushtholahi Al-Hadȋts, Jeddah: ‘Ilmu
Al-Ma’rifah, tth.
Muhammad Bin Ismâ’il Bin Ibrohîm Bin Mughîroh Bin
Bardizbah Al-Bukhôri Al-Ju’fi, Al-Jâmi’u
AS-Shohîh al-Musnad Min Hadîts Al-Roûslillah Min Sunanihi Wa Ayyâmihi,
Kairo: Maktabah As-Salafiyyah Wa Maktabaha,1979.
Muhammad Bin ‘Isâ Bin Saurota At-Turmudzi, Sunan
At-Turmudzi, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif, Tahqîq: Muhammad Nasaruddîn
Al-Albâni.tt.
Muhammad
Dhiya’ Ar-Rohmân Al-A’zhômi, Mu’jam Al-Ishthilâhat Wa Lathô’if
Al-Asânid, Riyadh: Maktabah Adhwa’ As-Salaf, 1999.
Muhammad Idrus Romli, Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi,
Surabaya: Bina ASWAJA,2010.
Muhammad Bin Jamil Zainu, Da’wah
Syeikh Muhammad Bin ‘Abdul Wahhab baina Al-mu’aridhin wal munshifin wal
Mu’ayyidin,(Terjemahan) Jakarta: Pustaka Tazkia,2011.
Muhammad Nasâruddin Al-Albâni, Takhrîj Al-Ahâdits Fadhô’il
Asy-Syam Wa Dimasyq, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,2000.
____, Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah,
Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,tth.
____ , Nashb al-Majânîq li Nishf Qisshoh al-Ghorôniq,
Oman: Maktabah Islâmi, Cet. 3, 1996.
____ , Menyingkap tabir
kebohongan “Kisah Kontroversi Pujian Nabi Terhadap berhala” Jakarta:
Pustaka Azzam, 2004.
____ , Inilah Da’wah
kami, Maktabah Rhoudhotul Al-Muhibin,tt.
Muhammad
Mushthofâ As-Sibâ’I, As- Sunnah Wa Makânatuhâ fȋ Tasyri’ Al-Islamî,
Kairo: Maktabah Islamȋ, tth.
Muhammad robi’ bin hadi Al-Madkholi, Berkenalan dengan
salaf (Kajian bagi pemula),Jawa Tengah: Maktabah Salafy Press,2003.
___ , Manhaj Ahlu
As-Sunnah dalam mengkritik Tokoh,kitab,dan aliran,Jakarta: Maktabah
As-Sunnah,tt.
Muhammad
Shôlih Al-Munajjid, Durȗs Li Asy-Syaikh Shôlih Al-Munajjid, Versi
Maktabah Asy-Syâmilah.
Muhammad Syuhudi Isma’il, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits
(Tela’ah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), Jakarta: PT.
Bulan Bintang, Cet. Kedua, 1995.
___ , Hadits Nabi
Menurut Pembela, Pengingkar, Dan Pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press,
1995.
Muhammad
Zakariyyâ Al-Kandahlawî Al-Madanî, Aujaz
Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik,
Damaskus: Dâr Al-Qolam, 2003.
MUI Kotamadya Jakarta Utara, Fatwa
MUI tentang Salafi,2009.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits,
Jakarta: Rajawali Press,2008
Musthofa Zahri, Kunci
Memahami Mushtholah Al-Hadits, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995.
Nasr Bin ‘Abdul karîm Al-‘Aql, Islâmiyah
Laa wahâbiyyah, (Terjemahan) Bekasi: Darul Falah,2011.
___ , Hanya Islam Bukan Wahabi, Jakarta: Darul
Falah, 2006.
Nur-
Al-Dîn i‘tr, Manhaj An-Naqdi
Fî ‘Ulûmi Al-Hadîts, Damaskus: Dar-Al Fikr, 1988.
Qodhi
Al-Hasan Bin ‘Abd Ar-Rohmân Ar-Româhurmuzi, Al-Muhaddits
Al-Fâshil baina Ar-Rôwi wa Al-Wâ’I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1771.
Ridwan
Saidi dan Rizki Ridyasmara, “Fakta dan data Yahudi di Indonesia”, Jakarta Timur: Khalifa, 2006.
Sayyid Ahmad Bin Sayyid Zaini Dahlân, Ad-Duroru
As-Saniyatu fi Roddi ‘Alâ Al-Wahâbiyah, Damaskus: Maktabah al-Ahbâb,2003.
Sayyid
Muhammad Murtadhô Al-Husaini Az-Zabidi, Taj Al-‘Arus Min
Jawâhir Al-Qomûs, Kuwait: Turôts Al-‘Arôbi, 2001.
Su’ûd Bin ‘Abdillah Al-Fanisan, Al-Arba’ûna Al-Baldâniyyah fi
Al-Ahâdîtsi An-Najdiyyah, Riyadh: Maktabah Al-Rusyd,tt.
Syahrin Harahap, Metodologi Studi
dan penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Jakarta: Rajawali Press, Cet.2, 2002.
Syamsuddin Arif, Orientalis Dan
Deabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani Press, 2008.
Syamsuddîn Muhammad Bin ‘Abdu
Ar-Rohmân As-Sakhôwi, Al-Buldâniyyât, Riyadh: Dar Al-‘Atho’,2001.
Syauqi
Abȗ Kholîl, Athlash Al-Hadîts An-Nabawi Min Al-Kutub Ash-Shihâh As-Sittah,
Damaskus: Dar Al-Fikr, 2005.
Shiddiq
Hasan Al-Qonȗji, Abjad Al-‘Ulum, Damaskus: Mansyurot wizarotu
Atsaqofi wa Al-Irsyad Al- Qoumi, 1889.
Shofîyyurrohmân
Al-Mubârokfȗri, Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh
Muslim, Riyadh: Dar As-Salâm, 1999.
Sholâhuddin Al-Munajjad, Mu’jam Mâ Ullifa ‘An
Ar-Rosûlullâh, Bairut: Dar Al-Kitab Al-Jadîd,1982.
Sholih Bin fauzan Al-Fauzan
dan syekh Muhammad Nasaruddin Al-Albani,Salafi digugat Salafi
Menjawab,Jakarta: As-Sunnah,2005.
Syekh Idahram, Sejarah Berdarah
Sekte Salafi Wahabi “Mereka Membunuh Semuanya termasuk para ‘Ulama’ ”,buku
ini diberi pengantar oleh Prof.Dr.KH.Said Agil Siraj,MA. (Ketua Umum PBNU),
Yogyakarta: Pustaka pesantren,2011.
____ , Mereka memalsukan kitab-kitab karya ‘Ulama’ klasik “episode
Kebohongan public Sekte salafi Wahabi” Yogyakarta: Pustaka pesantren, dengan
pengantar Prof.Dr.KH.said agil Siraj,MA. Dan Prof.Dr. Azyumardi Azra, MA.
(Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),2011.
____ , ‘Ulama’ Sejagat Menggugat salafi wahabi
“Mengenal dan mengkritisi penyimpangan tokoh-tokoh utama mereka: Ibnu
Taimiyah,Muhammad bin ‘Abdul Wahab,Nashiruddin Al-albani,Ibnu Baz,Ibnu
‘Utsaimin,shalih Ibnu fauzan,dan lain-lain”, kata pengantar Prof.Dr.KH.
Said Agil Siraj,MA. Dan KH. Munzir Tamam, MA. (Ketua Umum MUI Jakarta) 2011.
Syihabuddîn
Abî ‘Abdillâh Yaqȗt Bin ‘Abdillâh Al-Hamwy Ar-Rowy Al-Baghdâdy, Mu’jam
Al-Buldan, Beirut: Dar Shôdir,1977.
Tim Bahtsul Masa’il PC NU (Nakhdhotul ‘Ulamâ’) Jember,
Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiyai NU Menggugat Sholawat & Dzikir
Syirik” (H. Mahrus Ali), Surabaya: Khalista,2008.
Tim
Kajian Quantum Media, 1 Jam Mahir Hadits “Metode Al-Itqon, Surabaya:
Quantum Media, 2010.
Taqiyuddîn
Abȗ Al-Abbas Ahmad Bin ‘Abd Al-halîm Bin Taimiyyah Al-Harrôni, Majmȗ’
Al-Fatâwaa, Riyadh: Dar Al-Wafa’, 2005.
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits, Jakarta: Bumi
Aksara,Cet. Ketiga, 2007.
‘Ubâdah Al-Kuhîlah, Al-‘Iqdu Ats-Tsamîn fi Tarîkh
Al-Muslimîn, Kuwait: Dar Al-Kitab Al-Hadîts,1996.
Yahya
Bin Abi Bakîr Qôdhi Al-Kirmâni, Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni, Beirut:
Dar Ihya’ Al-‘Arobi, 1981.
Yûsuf Bin Sayyid Hasyîm Ar-Rifâ’I, Nashîhah Li Ikhwânina ‘Ulamâ’
An-Najd, Dimasyq: Maktabah Al-Asad,2000.
Yûsuf Al-Qorôdhôwi, Kaifa Nata’âmal Ma’a As-sunnah An-nabâwiyyah,
Mesir: Dar asy-Syurûq,2008.
Nama :
Ihsanul Hadi Al-Harzi
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan : Hadȋts
[1] Perlu
ditekankan bahwa hadits “ Fitah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)” secara Lafazh Matan-nya diriwayatkan
secara Bi Al-Ma’na bahkan jika dihitung jumlah hadits dengan
berbagai macam bunyi Lafzh hadȋts –nya sesuai
jumlah kitab yang dibatasi dalam batasan masalah mencapai 40 (penulis menghitung dari
Sofwere Maktabah Asy-Syâmilah) lafazh yang secara umum dapat
dikumpulkan mewakili macam-macam lafazh-nya.
[2] Imâm Al-Bukhôri,
Loc.Cit.
[3] Abî Al-Husain
Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh
Muslim, Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, 1998, Hlm. 1165. (Selanjutnya d disingkat
Shohîh Muslim)
[4] Imâm
At-Tirmidzi, Loc.Cit.
[5] Al-Imâm Ahmad
Bin Hanbal, Musnad Ahmad Bin Hanbal, Mesir: Dar Al-
hadȋts, tt, Hlm. 85.
(Selanjut nya disebut Musnad Ahmad).
[6] Al-Imâm Mâlik
Bin Anas, Al-Muwattho’, Mesir: Dar Ar-Royyân, 1988, Hlm. 275-276.
(Selanjutnya disingkat Muwattho’)
[7] Al-Hâfizh
Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath,
ttp: Dar Al Haromain, tt, Hlm.249. (Selanjutnya disingkat Sunan
Ath-Thobrôni).
[8] Al-Hâfizh
Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni,, Musnad Asy-Syamiyyin,
Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah, 1989, Hlm. 246-247. (Selanjutnya disingkat
Musnad Asy-Syamiyyin).
[9] Ahmad
Bin ‘Ali Bin Muhammad Al-‘Asqolâni, Fath Al-Bâri Bi Asy-Syah
Ash-Shohîh Al-Bukhôri, Riyadh: Mamlakah Mâlik Fahd
Al-Wathoniyyah, 2001, Juz: 13, Hlm.51. (Selanjutnya di Singkat Ibnu Hajar).
Lihat. Abî Sulaimân Hammad Bin Muhammad Al-Khottôby, I’lâm Al-
hadȋts, Mekkah: Ummul Qurô’ University,
tth. Hlm. 1237.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Imâm yahya
Bin Abi Bakîr Qôdhi Al-Kirmâni, Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni, Beirut:
Dar Ihya’ Al-‘Arobi, 1981, juz 24, Hlm. 168. (Selanjutnya di Singkat
Al-Kirmâni)
[14]
Imâm Al-‘Allamah Badruddîn Abî Muhammad Mahmȗd Bin Ahmad
Al-‘Aini, ’Umdat Al-Qôrî Syarh Shohîh Al-Bukhôri, Beirut: Dar Kitab Al-‘Ilmiyyah, 2001, juz 24, Hlm. 296. (Selanjutnya
di Singkat Al-‘Aini), Lihat juga dalam Abî Al-Husain ‘Ali Bin Kholaf Bin
‘Abd Al-Mâlik, Syarh Shohîh Al-Bukhôri li Ibn Batthôl, Riyadh: Maktabah Ar-Rosyid,tt, Juz 10, Hlm. 44.
[16]
Lihat Syeikh
Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Minnah Al-Mun’im Fi Syarh
Shohîh Muslim, Riyadh: Dar As-Salâm, 1999, Juz 4, Hlm.357. (Selanjutnya
di Singkat Al-Mubârokfȗri ).
[17]
Al-Imâm
Al-hâfizh Abî Al-‘Ulya Muhammad Bin ‘Abd Ar-Rohmân Bin ‘Abd Ar-Rohîm
Al-Mubârkfȗri , Tukhfah
Al-Akhwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Fikr, tt, Juz
10, Hlm. 452. (selanjunya disingkat Muhammad
Mubârkfȗri).
[21] Muhammad
Zakariyyâ Al-Kandahlawî Al-Madanî, Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik, Damaskus: Dâr
Al-Qolam, 2003, Hlm. 353.
[24] Hisyâm
Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî, At-Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’, Riyadh:
Maktabah Al-‘Ubaikan, 2001, Hlm. 377.
[28]
Ahmad
Zaini Dahlan, Op.Cit, Hlm. 128.
[29]
Syeikh Idahram,
Op.Cit, Hlm. 150-154.
[30]
LBM PCNU
Jember, Op.Cit. Hlm. 209.
[31]Mudzakaroh
Asâtidzah Al-‘Ulamâ’ Ad-Dimasq, Kulla mâ Fi Al-Bukhôri Shohîh,
Kuwait: Jam’iyyah Ishlah Al-Ijtima’I, 1966.
[32] Baca dalam
Badri Khaeruman, Op.Cit,Hlm. 212-222.
[33] Lihat Al-Hâfizh Ibn Al-‘Arobi Al-Maliky, ‘Aridhoh
Al-Ahwâdzi bi Syarh Shohîh At-Tirmidzi, Beirut:
Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah, tt, Hlm. 299. Lihat Sunân At-Tirmidzi, Loc.Cit.
[34]
Al-Imâm Ahmad
Bin Hanbal, Loc.Cit.
[35] Al-Imâm Yȗsuf
Bin ‘Abdillâh Bin ‘Abd Al-Bar, Mausu’ah Syuruh Al-Muwattho’, Mesir: ttp,
2005, Hlm.229.
[36] Lihat Abȗ
‘Ubaidah Masyhȗr Bin Hasan Alu Salmân, At-Tahdzîb Al-Hasan Li
Kitâb Al-‘Irôq Fî Ahâdîtsi Wa Atsâr al-Fitan, Oman: Dar Al-Atsariyyah,
2007, Hlm. 12.
[37]
Ath-Thobrôni , Loc.Cit.
[38] Al-Hâfizh
Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath,
Mesir: Maktabah Ibn Taimiyyah,tth,juz 12, Hlm.384. Lihat juga dari jalur Mu’âdz
Bin Jabal dalam ‘Ali Al-Muttaqi Bin Hisâmuddîn Al-Hindi Al-Burhân Al-Fauri, Kanzul
‘Ummal, Beirut: Mu’assasah Ar-Risâlah, 1985, Hlm 97.
[39]
Imâm
Ath-Thobrôni, Op.Cit, Hlm.245-246.
[40] Al-Hâfizh Abî
Nu’aim Ahmad Bin ‘Abdullâh Al-Ashfahâny, Hilyah Al-Auliyâ’ wa
Thobaqôt Al-Ashfiyâ’, Beirut: Dar Al-kitâb Al-‘Ilmiyyah, 1988, juz 6,
Hlm.133.
[41] Ibid.
[42] Abî Al-Husain
Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh
Muslim, Riyadh: Dar Ath-Thoyyibah,2006,Hlm. 1329.
[43]
Lihat kembali
dalam Bab III, Hlm.46-54.
[44] Taqiyuddîn Abȗ
Al-Abbas Ahmad Bin ‘Abd Al-halîm Bin Taimiyyah Al-Harrôni, Majmȗ’
Al-Fatâwaa, Riyadh: Dar Al-Wafa’, 2005, Juz 20, Hlm. 316.
[45]
Lihat kembali Syarah
yang diterangkan Ahli Hadîts seperti dijelaskan pada Bab III,
Hlm.46-54.
[47]
Abȗ Fatiyah
Al-adnâni, Misteri pasukan panji hitan (Ashhâb Ar-Rôyati As-Sȗd),
Surakarta: Granada Media Utama, 2008, Hlm. 299. Lihat juga mengenai perjuangan
Mujahidin Iraq pada buku yang sama, Hlm. 311-337.
[48]
Ibid.
[49]
Lihat
selengkapnya dalam Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, “Fakta dan data Yahudi
di Indonesia”, Jakarta Timur:
Khalifa, 2006.
[50] Al-Imâm Abî
Bakar ‘Abdillâh Bin Muhammad Bin Abî Syaibah Al-‘Absy Al-kȗfy, Al-Mushonnaf,
Beirut: Dar Al-Qorthobah, 2006,Jilid 21, Hlm.36.
[51]
Muhammad
Nashiruddîn Al-Albâny, Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah, Riyadh:
Maktabah Al-Ma’ârif,tth,Hlm.305.
[52], , Lihat dalam
kitab Durȗs Li Asy-Syaikh Shôlih Al-Munajjid oleh Muhammad Shôlih
Al-Munajjid, Juz 202, Hlm. 22 – Versi Maktabah Asy-Syâmilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar