Kamis, 23 Mei 2013

KAJIAN FIQHUL HADÎTS TENTANG “FITNAH TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)”


KAJIAN FIQHUL HADÎTS  TENTANG  “FITNAH TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)”

Oleh
IHSANUL HADI AL-HARZI
(ALUMNI " ITTIHADUL MUSLIMIN " 2008)
 
A.                   Abstrak
Dewasa ini muncul dari sementara kalangan yang meninggalkan cara-cara yang telah ditetapkan oleh para ‘Ulama’ Ahli hadȋts dalam hal-hal memahami hadȋts Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam. Hal ini berimplikasi kepada terjadinya pemahaman yang rancu yang kadang-kadang hanya didasarkan pada rasa ta’assub pada kelompok,Madzhab maupun individu tertentu, sehingga yang terjadi adalah semakin jauhnya pemahaman yang diperoleh dari maksud yang diinginkan oleh Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam apalagi hadȋts yang dipahami bersifat khobar yang ghô’ib .
Didalam memahami hadȋts yang bersifat ghô’ib dan mengandung makna yang musykȋl terutama ketika hadȋts itu berisi tentang kejadian yang baik maupun yang buruk terhadap keadaan suatu kelompok, maka tidak jarang adanya klaim-klaim, baik itu klaim untuk mendukung pendapat dan Madzhab tertentu maupun Klaim untuk menjelekkan menghancurkan identitas kelompok tertentu sampai-sampai mereka membuat-buat hadȋts palsu untuk memperkuat hujjah mereka, dan inilah yang menjadi objek penelitian ini.
         Hadîts yang dimaksud adalah hadȋts yang dikenal dengan hadȋts Fitnah Tanduk setan Dari Negeri Masyriq (Nejed)”. Berdasarkan hadȋts tersebut ada yang menge-klaim bahwa Tanduk setan yang dimaksud hadȋts tersebut bercerita tentang nubuwwah Nabi akan kemunculan kelompok yang mereka sebut dengan Salafi Wahhabi dari Nejed. Dan Nejed pada matan hadȋts tersebut adalah Negara Saudi Arabia. Penelitian ini tidaklah membahas tentang kelompok yang dikenal dengan kelompok Salafi Wahhabi tetapi penelitian ini akan meneliti tentang bagaimana Fiqh Al- hadȋts nya menurut ‘ulamâ’ pen-syarah hadȋts yang telah menjelaskan jauh sebelum munculnya kelompok Salafi Wahhabi sehingga lebih objektif dengan melihat pemahaman yang benar dari penjelasan Imâm pen-syarah hadȋts yang mu’tabar beserta kitabnya yang mu’tabar dan mu’tamad.
         Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana Pemahaman (Fiqh al- hadȋts) terhadap hadȋts yang menjelaskan tentang Fitnah Tanduk Setan dari Negeri Masyriq (Nejed) tersebut. Fiqih pada penelitian ini bukanlah Fiqih dalam arti bidang spesifik keilmuan, tetapi seperti yang dikemukakan oleh Prof.Dr.Daniel Juned adalah Fiqih secara makna Generalnya, yakni pemahaman. Penelitian ini merupakan jenis penelitian library resech. Dalam mengerjakannya, peneliti menggunakan metode dokumenter, yaitu: membaca atau menggali yang kemudian dianalisa dari data-data primer, yakni beberapa kitab hadȋts yang diambil dari setiap klasifikasi kitab, diantaranya: Shohîh Al-Bukhôri, Shohîh Muslim ,Muwattho’ Imâm Mâlik, Musnad Ahmad Bin Hanbal, Musnad Asy-Syâmiyyin , Sunan Turmudzi, Sunan At-Tabrôni. Kemudian Kitab-kitab Syarah seperti: Fathul Bâri, Syarah Muslim Li An-Nawâwi, Tuhfatul Ahwâdzi, Al-Qobas Syarah Muwattho’ dll. Dan data-data yang sekunder yang berhubungan dengan pembahasan hadȋts ini.
         Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa hadȋts “Fitnah Tanduk setan Dari Negeri Masyriq (Nejed)” berkualitas shohîh dan Masyriq dalam hal ini adalah Nejed yang dimaksud oleh Rosȗlullâh pada hadȋts Fitnah Tanduk Setan dari Negeri Masyriq (Nejed)” adalah Nejed Iraq berdasarkan penjelasan Imâm-Imâm Ahli hadȋts separti : Ibn Hajar Al – ‘Asqolâni, Al-Kirmâni, Al-‘Aini, Ibn Batthôl, Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Muhammad Al-Mubârokfȗri, Dr. ‘Abd As-Sanad Hasan Yamamah, Muhammad Zakariyyâ Al-Kandahlawî, Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî, Al-Baghôwi dalam kitab Syarah mereka.
         Pendapat yang mengatakan Nejed yang dimaksud adalah Nejed Hijaz (Saudi Arabia) tidaklah kokoh karena tidak satupun kitab syarah yang menjelaskannya dan tidak berdasarkan metode yang ditetapkan. Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadȋts Nabi di atas. Benarlah ‘Iraq adalah sumber fitnah, baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Seperti: Keluarnya Ya’jȗj dan Ma’jȗj, Perang Jamal, Perang Shiffîn, Fitnah Karbala’ dll. Tanduk setan (Qorn asy-syaitôn) pada lafazh hadȋts tersebut bermakna kekuatan setan yang ingin menguasai manusia untuk memalingkan manusia daripada menyembah Allâh semata kepada menyembah setan dengan berbagai fitnah yang terus bergejolak. Keutamaan yang tetap dalam bentuk umum tidak menjadi ketetapan bagi individu begitu juga kecaman yang tetap dengan keumuman tidak menjadi ketetapan bagi Individu. Jika benar bahwa yang dimaksud Najd adalah Iraq atau Hijaz, maka kita tidak boleh menetapkan celaan dan kecaman kepada pribadi-pribadinya karena tidak otomatis penduduk negeri tersebut menjadi tercela. Bumi tidak mensucikan individu selain itu Celaan dan kecaman terhadap suatu daerah tertentu terkait fitnah yang akan terjadi didaerah tersebut tidak terjadi sepanjang kurun dan waktu tapi terkadang daerah tersebut adalah mercusuar dari pengetahuan dan keilmuan serta kejayaan.
         Peneliti berharap, semoga penelitian ini menjadi wawasan keilmuan yang bermanfaat bagi peneliti sendiri, dan dapat dijadikan rujukan dan alternatif bagi pengkaji studi hadȋts beserta keilmuannya, Khususnya mengenai Fiqh Al- hadȋts-nya.

B.          Pembahasan

Lafazh hadîts- hadîts Tentang “ Fitnah tanduk setan dari Negeri Masyriq (Nejed)”.
Hadîts “Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)” telah Masyhur didalam berbagai macam kitab hadȋts baik dalam kitab Shohîh, Sunan, Musnad, Muwattho’, maupun Mushonnaf. Dalam hal ini akan disajikan secara lengkap hadȋts yang menjadi pokok penelitian ini sesuai dengan batasan kitab yang terdapat didalam batasan masalah.[1]   
Shohîh Al-Bukhôri pada Nomor hadȋts 7094  berbunyi:
حدثنا علي بن عبد الله حدثنا أزهر بن سعد عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر قال
      : ذكر النبي صلى الله عليه و سلم ( اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ قال ( اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ فأظنه قال في الثالثة ( هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان)[2]

Shohîh Muslîm pada Nomor hadȋts 2905:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْمَشْرِقِ يَقُولُ « أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ ».[3]
            Tanpa adanya Lafazh   اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا dan tidak menyebut Nama نجد akan tetapi tentang masa depan Negeri مشرق.
Sunan At-Timidzi Nomor hadȋts 3953:
حدثنا بشر بن آدم بنت أزهر السمان حدثني جدي أزهر السمان عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا قالوا وفي نجدنا قال اللهم بارك لنا في شأمنا وبارك لنا في يمننا وفي نجدنا قال هناك الزلازل والفتن وبها أو قال منها يخرج قرن الشيطان[4]
          Dengan tambahan Lafazh وبها أو قال منها يخرج قرن الشيطان
Musnad Ahmad Bin Hanbal Nomor hadȋts5410:
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال : صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان[5]
          Dengan Lafazh فاستقبل مطلع الشمس , حيث يطلع قرن الشيطان dan Tanpa adanya Lafazh  اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا
          Muwattho’ Imâm Malik Nomor hadȋts168:
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ وَيَقُولُ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ  هَاهُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ[6]
            Dengan tambahan Lafazh يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ, Tanpa adanya Lafazh  اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا dan tidak menyebut Nama نجد akan tetapi tentang masa depan Negeri مشرق .
Sunan Ath-Thobrôni pada Nomor hadȋts 1889:
حدثنا أحمد بن طاهر قال حدثنا جدي حرملة بن يحيى قال حدثنا بن وهب قال حدثني سعيد بن أبي أيوب قال حدثني عبد الرحمن بن عطاء عن نافع عن بن عمر أن رسول الله قال : اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال رجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال الرجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا إن من هنالك يطلع قرن الشيطان وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال[7]
          Dengan tambahan Lafazh فقال رجل وفي مشرقنا, هنالك يطلع قرن الشيطان وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال
Musnad Asy-Syamiyyin Nomor hadȋts 1276:
حدثنا عبد الله بن العباس بن الوليد بن مزيد البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد الله بن شوذب حدثني عبد الله بن القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري عن سالم بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اللهم بارك في مكتنا وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا اللهم بارك لنا في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله وعراقنا فأعرض عنه فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان[8]
          Dengan tambahan Lafazh اللهم بارك في مكتنا, وبارك لنا في مدينتنا, بارك لنا في صاعنا , وبارك لنا في مدنا , فقال رجل يا رسول الله وعراقنا , فأعرض عنه فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان 

Syarah  hadîts tentang  Fitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed).

1.      Fath Al-Bâri Bi Asy-Syarh Shohîh Al-Bukhôri .

Setelah mengumpulkan macam-macam lafazh mengenai hadȋts ini Al-Hâfizh kemudian menukil pendapat Imâm Al-Khotthôbi dan Ad-Dâwȗdi yang menjelaskan makna dari Nejed dalam hadȋts tersebut adalah Nejed Iraq. Beliau mengatakan:
نجد من جهة المشرق، ومن كان بالمدينة كان نجده بادية العراق ونواحيها وهي مشرق أهل المدينة، وأصل نجد ما ارتفع من الأرض وهو خلاف الغور فإنه ما انخفض منها، وتهامة كلها من الغور ومكة من تهامةِ
          Najd Itu berada disebelah timur. Siapapun yang berada diMadinah, maka najdnya adalah pedalaman Iraq dan sekitarnya. Itulah sebelah timur Madinah. Asal kata Najd adalah tanah yang meninggi, berbeda dengar ghaur yang berarti tanah yang rendah. Seluruh Tihamah merupakah Ghaur dan Mekkah termasuk bagian Tihamah”.[9]

Setelah itu Ibnu Hajar menambahkan pernyataan Imâm Al-Khottôbi bahwa Nejed adalah setiap tanah yang tinggi dengan mengatakan
كل شيء ارتفع بالنسبة إلى ما يليه يسمى المرتفع نجدا والمنخفض غورا
Setiap yang lebih tinggi  dibandingkan dengan sekitarnya dinamakan Najd dan setiap yang lebih rendah dinamakan Ghaur.[10]
قَرْنُ الشَّيْطَانِ sendiri menurut Ad-Dâwȗdi adalah: pada sisi ini  قَرْنُ الشَّيْطَانِ pada hakekatnya bisa diartikan kekuatan setan yang selalu ingin menyesatkan manusia. Kemudian bisa juga dimaknai bahwa ketika matahari terbit dan ketika para penyembahnya sujud, setan ikut condong berbarengan dengan matahari, dan matahari tergelincir dibelakang kepalanya.[11]
2.      Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni.
Imâm Al-Kirmâni didalam kitabnya “Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni” mengungkapkan mengenai hadȋts diatas :
ومن كان بالمدينة الطيبة صلى الله على ساكنها كان نجده بادية العراق ونواحيها، وهي مشرق أهلها
“Dan bagi Al-Madinah Ath-Thayyibah semoga Allah melimpahkan barakah kepada penduduknya maka najd-nya adalah sahara/gurun ‘Iraaq dan sekelilingnya. Ia adalah arah timur bagi penduduk Madinah”.[12]

Sedangkan قرن adalah: tempat ketinggian. posisi matahari tepat diketinggian, dikatakan bahwa ketika matahari terbit dan ketika para penyembahnya sujud, setan ikut condong berbarengan dengan matahari, dan matahari tergelincir dibelakang kepalanya.[13]
3.      ’Umdat Al-Qôrî.
Imâm Badruddîn Al-‘Aini didalam kitabnya “’Umdat Al-Qôrî Syarh Shohîh Al-Bukhôri”  menjelaskan arti قرن الشيطان   dengan menukil pendapat Imâm Ad-Dâwȗdi bahwa pada hakekatnya setan itu mempunyai dua tanduk, seperti disebutkan oleh Al-Harôwi bahwa tanduknya berada disisi kepalanya, dan makna ini juga menggambarkan bahwa setan selalu bergerak dan ingin menguasai, juga bisa dimaknai bahwa  قرن adalah kekuatan yang akan muncul karena adanya kekuatan setan, dan ketika Nabi menunjuk kearah Timur memberikan penjelasan bahwa pada waktu itu penduduknya dihuni Ahlu Al-Kuffar sehingga khobar (hadȋts) ini memberi penjelasan bahwa fitnah tersebut akan muncul ditempat itu seperti pristiwa perang jamal, perang Shiffîn, munculnya gerakan Khowârij di Nejed dan ‘Iraq dan daerah didekatnya, sampai kepada fitnah yang besar seperti pristiwa pembunuhan Kholîfah ‘Utsmân Ra.[14]
Sedangkan makna هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان  dalam lafazh hadȋts diatas: هناك  yakni “Nejed” dan Nejed yang dimaksud kemudian beliau nukil pendapat Imâm Al-Khottôbi sebagaimana keterangan Al-Khottôbi diatas dalam “Fath Al-bârî” bahwa Nejed adalah Iraq. Sedangkan الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان  beliau kembali menguatkan dengan pristiwa kemunjulan ya’jȗj wa Ma’jȗj, Dajjâl, dan tambahan keterangan dari Al-Muhallab bahwa disana (Nejed) juga akan muncul الداء العضال  “penyakit kronis”.[15]
4.      Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim.

Al-Mubârokfȗri dalam kitabnya “ Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim” berkata:  ان المراد با لمشرق هنا العراق   Sesungguhnya maksud dari Masyriq disini adalah Iraq”. Sedangkan Lafazh مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ  adalah: penjelasan mengenai fitnah yang besar dan juga perebutan berbagai macam perkumpulan serta kesesatan dalam urusan dunia dan akhirat dan peristiwa ini terjadi di kufah Iraq mulai dari pembunuhan Kholîfah ‘Utsmân disebabkan fitnah yang lancarkan oleh Ibn Sabâ’, kemunjulan Syî’ah Ghulath, Murji’ah, Mu’tadzilah, Qodariyyah, Jabbariyyah, Baha’iyyah yang intinya menunjukkan semua pristiwa ini terjadi di Kuffah Iraq.[16] 
5.      Tukhfah Al-Ahwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi.
Muhammad Al-Mubârokfȗri dalam kitabnya “ Tukhfah Al-Akhwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi “ menjelaskan ketika sebagian dari Shahabat berkata  : فى نجدنا   “Di Nejed kami” menunjukkan bahwa mereka juga meminta simpati Rosulȗllâh untuk mendo’akan keberkahan Nejed sebagaimana do’a Nabi untuk keberkahan Syam dan yaman. Kemudian mengenai daerah Nejed Muhammad Al-Mubârokfȗri menukil pendapat Imâm Al-Khottôbi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar sebagaimana telah dijelaskan diatas.[17]
Sedangakan kegoncangan yang dimaksud adalah kegoncangan hati dan kekacauan umat, dan fitnah yang terjadi berupa petaka dan bencana yang menyebabkan lemahnya Agama ini serta sedikitnya pengetahuan terhadap Agama sehingga mencegahnya keberkahan sampai kepada mereka. Sementara itu selanjutnya Muhammad Al-Mubârokfȗri melanjutkan maksud dari يخرج قرن الشيطان    “Akan keluar Tanduk setan” bisa berarti Kelompok, umatnya, zamannya, penolongnya sebagaimana telah disebutkan oleh As-Suyȗthi.dan juga bisa dimaknai قرن الشيطان  adalah kekuatan setan beserta penolongnya dalam rangka menyesatkan manusia.  Karena memang dari Masyriq (Nejed) itu akan munculnya fitnah dan firqoh-firqoh serta ahli bid’ah, seperti inilah sebagaimana terdapat dalam Fath Al-Bârî, dan Badruddîn Al-‘Aini.[18]

6.      Masu’ah Syuruh Al-Muwattho’.
Didalam kitab besarnya yang beliau himpun dari berbagai kitab Syarah Muwattho’ yang terkenal dan beliau kumpulkan menjadi satu kitab yang diberi judul “ Masu’ah Syuruh Al-Muwattho’ “ didalamnya beliau menjelaskan mengenai hadȋts diatas yang diambil dari kitab “Al-Qobas” karya Abu Bakar Ibn Al-‘Arobi, bahwa telah tersebar luas mengenai ucapan Nabi mengenai Kondisi Masyriq yang akan terjadi didalamnya Fitnah yang mana mata pencaharian penduduknya bekerja sebagai pengembala/petani dan juga pada saat itu kondisi Nejed  seluruh penduduknya berada didalam kekufuran dan beliau jelaskan tempatnya adalah Iraq.[19]
Masih didalam kitab yang sama kemudian beliau juga ambil dari kitab At-Tamhid karya Ibn ‘Abd Al-Bar didalamnya dijelaskan bahwa hadȋts ini merupakan pengetahuan Nabi tentang berita ghô’ib mengenai masa depan. Sebagai tambahan Ibn ‘Abd Al-Bar menyebutkan contoh fitnah-fitnah tersebut seperti Perang Shiffin, Perang Jamal, dan tragedi pembunuhan Husein yang mana semuanya terjadi di Iraq. Fitnah yang dimaksud didalamnya bisa berupa ‘adzab, Kebakaran, peperangan yang semua terjadi antara sesama manusia.[20]
7.      Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik.
Beliau menjelaskan mengenai hadȋts diatas didalam kitabnya “ Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik “ bahwa Fitnah yang dimaksud bisa berupa Cobaan, bencana, hukuman dan ‘adzâb, dan segala perbuatan yang dibenci seperti kekufuran, mencela, kemaksiatan.[21]
Selanjutnya beliau menjelaskan lebih detail dengan menukil pendapat Ibn Hazm dalam kitabnya “ Al-Muhalla “ bahwa fitnah-fitnah yang terjadi seperti perang Jamal, Perang Shiffin, Al-Hajjaj di Iraq dan sekitarnya dan ini semua disebabkan karena terjadinya perpecahan didalam tubuh kaum Muslimin terutama apa yang terjadi di Madinah dengan terbunuhnya Kholîfah ‘Utsmân Bin ‘Affân sehingga bermula dari itulah terjadi perang Jamal, Shiffin, hingga perang di Nahrowan.[22]
Sedangkan menurut Muhammad Zakariyyâ Al-Kandahlawî sendiri bahwa hadȋts diatas berbicara mengenai kemunculan Dajjal, alasannya adalah karena fitnah yang paling besar itu adalah fitnah yang dibawa oleh Dajjal selain itu hadȋtsini juga satu tema dengan hadȋts yang diriwayatkan Abȗ Huroiroh yakni
“ Kepala kekafiran berada di arah Masyriq” dan ini menurut beliau satu tema dengan hadȋts diatas sebagimana kata-kata beliau: راءس الكفر و قرن الشيطان عندى واحد   “Kepala kekafiran dan tanduk setan menurutku satu (Tema)”.[23]
8        At-Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’.
 Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî dalam kitab “ At-Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’ “ menjelaskan mengenai hadȋtsdiatas bahwa:
هَاهُنَا هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ  bermakna: sesungguhnya telah banyak muncul praktek bid’ah dari arah Masyriq seperti datangnya berita tentang seorang laki-laki yang mengaku sebagai Nabi yang menyerukan untuk menyembah matahari, juga menyeru kepada penyembahan terhadap bintang sebagaimana terjadi didaerah Babilonia.[24]
مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ :  قَرْنُ الشَّيْطَانِ : Umat yang menyembah matahari dan barang siapa yang menyembah selain Allah berarti ia telah menyembah setan, karena musibah memang banyak muncul dari arah Masyriq dan didalamnya terdapat setan-setan yang menyebar.[25]    
9.      Syarh As-Sunnah.
Didalam kitabnya “ Syarh As-Sunnah “ Imâm Al-Baghowi menjelaskan mengenai hadȋts diatas bahwa Nejed pada hadȋts diatas  adalah wilayah Iraq sebagaimana beliau nukil pendapat Imâm Al-Khotthôbi yang telah dinukil kan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarahnya “Fath Al-bari” sebagaimana telah dicantumkan diatas.[26]
Keterangan diatas beliau kuatkan dengan menukil hadȋts yang diriwayatkan Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam “ Majmu’ “ nya dari Ibn ‘Umar , dengan jelas Nabi menyebut Nama Iraq.[27]

Pendapat  Tokoh diluar kitab Syarah mengenai makna   hadîtsFitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed).
            Ditampilkannya pendapat beberapa kalangan disini tidaklah dimaksudkan untuk keluar dari batasan kitab, tetapi ditampilkan disini karena sebagai bahan tambahan kajian terhadap fenomena yang terjadi ketika memaknai hadîts diatas.


1.      Syeikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Telah Masyhur buku beliau yang berjudul “Ad-duroru As-Saniyatu fi Roddi ‘Ala Al-Wahabiyah “ bagi mereka yang selama ini kontra terhadap da’wah Syeikh Muhammd Bin ‘Abd Al-Wahhab. Didalam buku ini beliau menjelaskan bahwa makna: قَرْنا الشَّيْطَانِ adalah Syeikh Muhammad Bin ‘Abd Al-Wahhab dan Musailamah Al-Kadzzâb.[28]
2.      Syeikh Idahram.
Seorang yang masih belum jelas siapa Nama aslinya yang kemudian ditengarai bernama Marhadi Muhayyar ini telah mengarang buku yang cukup menghebohkan dikalangan pen-Da’wah yang diberi judul “ Sejarah berdarah sekte Salafi Wahabi “. Didalam buku ini ia mengatakan bahwa  hadȋts diatas adalah nubuwwah Nabi akan kelahiran gerakan Salafi Wahhabi.[29]

3.      Tim LBM PCNU Jember.
Tim ini membuat sebuah buku yang merupakan buku bantahan untuk Ustadz H. Mahrus Ali yang oleh Tim ini katakan sebagai Wahhabi. Didalam buku ini sebagai serangan balik Tim ini menjadikan  hadȋtsdiatas sebagai hujjah bahwa yang dimaksud oleh hadȋtsdiatas adalah kelompok Wahhabi dan dengan jelas Tim ini menyebut Wahhabi sebagai kelompok pengikut setan.[30]
Berdasarkan keterangan dalam penyajian data diatas dapat kita kumpulkan bahwa pada umumnya ‘ulamâ’ Ahli hadȋts yang men-Syarah hadȋtsFitnah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)” berkesimpulan bahwa Nejed pada Lafazh hadȋts adalah wilayah Iraq sedangkan kegoncangan dan fitnah yang dimaksud oleh Rosullullah sepeninggal beliau adalah seperti Perang jamal, perang Shiffin, Perang Nahrowan, Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyyah, Qodariyyah yang fitnah-fitnah ini bermula atas kematian Kholîfah ‘Utsmân Bin ‘Affân Ra, serta munculnya Ya’juj dan ma’juj, dajjal.
Sedangkan pendapat yang berbeda menunjukkan bahwa hadȋts diatas adalah nubuwwah Nabi akan munculnya sebuah gerakan yang mereka juluki dengan Wahhâbi yang di-nisbah-kan kepada Syeikh Muhammad Bin ‘Abd Al-Wahhâb.
C.                Analisa
Kualitas Sanad hadȋts.
Hadȋts pertama:
حدثنا علي بن عبد الله حدثنا أزهر بن سعد عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر قال : ذكر النبي صلى الله عليه و سلم ( اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ قال ( اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا ) قالوا يا رسول الله وفي نجدنا ؟ فأظنه قال في الثالثة ( هناك الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان)

Hadits ini secara kualitas shohîh dan ini sudah masyhur dikalangan seluruh ‘ulama’ bahwa hadȋts- hadȋts yang diriwayatkan Imâm Al-Bukhôri dan shohîh Muslîm dapat dijadikan hujjah.[31]
                Hadȋts kedua :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنِى مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْمَشْرِقِ يَقُولُ « أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا أَلاَ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَا هُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ ».
            hadȋts ini Shohîh dan sudah mayhur dikalangan Ahli hadȋts Bahwa hadȋts- hadȋtsyang diriwayatkan Imâm Muslim dapat dijadikan hujjah dan dapat diterima.[32]

Hadȋts Ketiga :
حدثنا بشر بن آدم بنت أزهر السمان حدثني جدي أزهر السمان عن ابن عون عن نافع عن ابن عمر : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في شأمنا اللهم بارك لنا في يمننا قالوا وفي نجدنا قال اللهم بارك لنا في شأمنا وبارك لنا في يمننا وفي نجدنا قال هناك الزلازل والفتن وبها أو قال منها يخرج قرن الشيطان.

Hadȋts ini secara kualitas menurut Imâm Al-Hâfizh Ibn Al-‘Arobi Al-Maliki dan Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albâni dalam tahqiq-nya terhadap Sunan At-Tirmidzi menilai dengan derajad hasan shohîh ghorîb.[33]
Hadȋts keempat:
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال : صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان .
Hadȋts ini secara kualitas sanad-nya shohîh menurut Syeikh Ahmad Muhammad Syâkir.[34]

Hadȋts kelima:
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيرُ إِلَى الْمَشْرِقِ وَيَقُولُ هَا إِنَّ الْفِتْنَةَ  هَاهُنَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ.
Secara kualitas hadȋts ini shohîh karena tidak ada ikhtilâf didalam sanad-nya sebagaimana dijelaskan Al-Imâm Yȗsuf Bin ‘Abdillâh Bin ‘Abd Al-Bar.[35]
Hadȋts keenam:
حدثنا أحمد بن طاهر قال حدثنا جدي حرملة بن يحيى قال حدثنا بن وهب قال حدثني سعيد بن أبي أيوب قال حدثني عبد الرحمن بن عطاء عن نافع عن بن عمر أن رسول الله قال : اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال رجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا وفي يمننا فقال الرجل وفي مشرقنا يا رسول الله فقال اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا إن من هنالك يطلع قرن الشيطان وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال.
Kalimat وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال  yang terdapat dalam Matan hadȋts menurut ‘ulamâ’  berstatus “ghoiru mahfȗzh” karena ‘Abd Rahmân Ibn ‘Athô’ tidak meriwayatkan dari Nâfi’.[36] Sedangkan selain dari وبه تسعة أعشار الكفر وبه الداء العضال  dalam matan hadȋts diatas sejalan dengan hadȋts Shohîh seperti Riwayat Al-Bukhôri dll.
Hadȋts ketujuh:
حدثنا عبد الله بن العباس بن الوليد بن مزيد البيروتي حدثني أبي أخبرني أبي حدثني عبد الله بن شوذب حدثني عبد الله بن القاسم ومطر الوراق وكثير أبو سهل عن توبة العنبري عن سالم بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اللهم بارك في مكتنا وبارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا اللهم بارك لنا في صاعنا وبارك لنا في مدنا فقال رجل يا رسول الله وعراقنا فأعرض عنه فرددها ثلاثا وكان ذلك الرجل يقول وعراقنا فيعرض عنه ثم قال بها الزلازل والفتن وفيها يطلع قرن الشيطان.
Secara kualitas hadȋts ini shohîh menurut syarat Al-Bukhôri sebagaimana disebut Mahmudi ‘Abd Al-Majîd As-Salafi dalam tahqîq-nya terhadap Mu’jam Asy-Syâmiyyîn.[37]



Analisa terhadap Matan hadȋts.
1.      Makna Nejed.
Untuk mengetahui Makna Nejed yang sebenarnya dan terlepas dari sikap ta’assub kelompok, madzhab, tokoh, dll kita akan lihat pengertian sesungguhnya dari kitab-kitab mu’tabar dan mu’tamad yang telah diakui oleh para ‘ulamâ’ Islam baik dari Muhadditsîn maupun ahli bahasa dan dijadikan rujukan oleh umat Islam.
Bagi orang yang ingin meneliti jalur-jalur hadȋts ini dan membandingkan lafazh-lafazh-nya, niscaya tidak samar lagi baginya penafsiran makna Nejed yang benar dalam hadȋts ini. Hal itu karena penafsiran hadȋts dengan haditsmerupakansalah satu metode penafsiran yang terbaik. Guna menemukan Fiqh Al- hadȋts mengenai maksud dari lafazh pada matan hadȋts yang sedang diteliti ini, maka akan dikemukakan hadȋts - hadȋts  yang saling menafsirkan satu dengan yang lainnya. Dalam lafazh yang dikeluarkan Imâm Thobrôni dalam Mu’jâm Al-Kabîr no.13422 dari jalur Ismâ’îl bin Mas’ȗd: dengan lafazh:
حدثنا الحسن بن علي المعمري ثنا إسماعيل بن مسعود ثنا عبيد الله بن عبد الله بن عون عن أبيه عن نافع عن ابن عمر : أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ( اللهم بارك لنا في شامنا اللهم بارك في يمننا ) فقالها مرارا فلما كان في الثالثة أو الرابعة قالوا يارسول الله وفي عراقنا قال : ) إن ( بها الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان )
Menceritakan kepada kami Hasan Bin ‘Ali Al-ma’mary, menceritakan kepada kami Ismâ’îl Bin Mas’ȗd,Menceritakan kepada kami ‘Ubaidillâh Bin ‘Abdillâh Bin ‘Aun, dari ayah-nya dari Nâfi’ dari Ibn ‘Umar: sesungguhnya Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam berkata: Wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, wahai Alloh berkahi kami dalam Yaman kami. Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah Dalam ‘Iraq kami?” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”[38]

حدثنا علي بن سعيد قال نا حماد بن إسماعيل بن علية قال نا ابي قال نا زياد بن بيان قال نا سالم بن عبد الله بن عمر عن ابيه قال صلى النبي صلى الله عليه و سلم صلاة الفجر ثم انفتل فأقبل على القوم فقال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله فسكت ثم قال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مدنا وصاعنا اللهم بارك لنا في حرمنا وبارك لنا في شامنا ويمننا فقال رجل والعراق يا رسول الله قال من ثم يطلع قرن الشيطان وتهيج الفتن لم يرو هذا الحديث عن زياد بن بيان إلا إسماعيل بن عبلة تفرد به عنه ابنه حماد.
Menceritakan kepada kami ‘Alî Bin Sa’îd berkata menceritakan kepada kami Hamâd Bin Ismâ’îl Bin ‘Ulyah berkata menceritakan kepada kami ayahku berkata menceritakan kepada kami ziyâd Bin bayân berkata menceritakan kepada kami Sâlim Bin ‘Abdillâh Bin ‘Umar dari ayahnya bahwa berkata Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam pada Sholat Fajar kemudian beliau berpaling kearah kaumnya dan berkata : Wahai Alloh berkahilah Madinah kami dan berkahilah Mud kami dan Sho’ kami, wahai Alloh berkahilah Syam kami dan berkahilah Yaman kami berkata seorang laki-laki di ‘Iraq juga wahai Rosȗlullâh, kemudian Rosȗlullâh diam dan kembali berkata: Wahai Alloh berkahilah Madinah kami dan berkahilah Mud kami dan Sho’ kami. wahai Alloh berkahilah Harôm kami dan berkahi Syam kami dan berkahilah Yaman kami, berkata seorang laki-laki di ‘Iraq juga wahai Rosȗlullâh, Beliau menjawab, ”Sesungguhnya di sana muncul tanduk setan dan bergejolaknya api fitnah Tidak diriwayatkan Hadîts ini dari Ziyâd Bin bayân kecuali Ismâ’îl Bin ‘Ulyah yang menyendiri darinya yakni anaknya Hamâd..[39]
حدثنا عبدالله بن جعفر ثنا إسماعيل بن عبدالله ثنا الحسن بن رافع الرملي ثنا ضمرة عن ابن شوذب عن توبة العنبري عن سالم بن عبدالله عن أبيه أن عمر قال إن النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في صاعنا وفي مدنا فرددها ثلاث مرات فقال الرجل يا رسول الله ولعراقنا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بها الزلازل والفتن ومنها يطلع قرن الشيطان كذا رواه ضمرة عن ابن شوذب عن توبة ورواه الوليد بن مزيد عن ابن شوذب عن مطر عن توبة .
Menceritakan kepada kami ‘Abdullâh Bin ja’far menceritakan kepada kami Ismâ’îl Bin ‘Abdillâh menceritakan kepada kami Hasan Bin Rôfi’ Ar-Romly menceritakan kepada kami Dhomroh dari Ibn Syaudzab dari Taubah Al-‘Anbary dari Sâlim Bin ‘Abdillâh dari ayahnya sesungguhnya ‘Umar berkata bahwa sesungguhnya berkata Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam: Wahai Alloh berkahilah Sho’ kami dan Mud kami, beliau mengulanginya tiga kali kemudian berkata seorang laki-laki wahai Rosȗlullâh di ‘Iraq kami, kemudian Rosȗlullâh berkata:”Sesungguhnya di sana akan terjadi kegoncangan dan fitnah dan didalamnya akan  muncul tanduk setan.[40]

 حدثنا عبدالله بن محمد بن جعفر ثنا عبدالله بن جامع الحلواني ثنا عباس ابن الوليد بن مزيد ثنا أبي ثنا ابن شوذب حدثني عبدالله بن القاسم ومطر وكثير أبو سهل عن توبة عن سالم عن أبيه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لنا في مدينتنا وبارك لنا في مكتنا وبارك لنا في شامنا وبارك لنا في يمننا وبارك لنا في صاعنا ومدنا فقال رجل يا رسول الله وفي عراقنا فأعرض عنه فقال فيها الزلازل والفتن وبها يطلع قرن الشيطان.
Menceritakan kepada kami ‘Abdullâh Bin Muhammad Bin ja’far menceritakan kepada kami ‘Abdullâh Bin Jâmi’ Al-Hilwâny menceritakan kepada kami ‘Abbâs Ibn Al-Walîd Bin Mazîd menceritakan kepada kami Ayahnya bahwa sesungguhnya berkata Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam: Wahai Alloh berkahilah Madinah kami dan keberkahan bagi kami Negeri Makkah, keberkahan bagi kami Negeri Syam kami keberkahan bagi kami Negeri Yaman kami keberkahan bagi kami Negeri Sho’ Kami dan Negeri Mud kami berkata seorang laki-laki wahai Rosȗlullâh di‘Iraq kami, kemudian Rosȗlullâh berpaling dari nya dan berkata:” didalamnya (‘Iraq) akan terjadi kegoncangan dan fitnah dan darinya akan  muncul tanduk setan.[41]
         
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ وَوَاصِلُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى وَأَحْمَدُ بْنُ عُمَرَ الْوَكِيعِىُّ وَاللَّفْظُ لاِبْنِ أَبَانَ قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ سَالِمَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ يَقُولُ يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيرَةِ وَأَرْكَبَكُمْ لِلْكَبِيرَةِ سَمِعْتُ أَبِى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِىءُ مِنْ هَا هُنَا ». وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ « مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنَا الشَّيْطَانِ ». وَأَنْتُمْ يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ وَإِنَّمَا قَتَلَ مُوسَى الَّذِى قَتَلَ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ خَطَأً فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ (وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا)

Menceritakan kepada kami ‘Abdullâh Bin ‘Umar Bin Abân dan Wâshil Bin ‘Abd Al-A’lâ dan Ahmad Bin ‘Umar Al-Waki’iy dengan menggunakan lafazh dari Ibn Abbân mereka berkata menceritakan kepada kami Ibn Fudhoil dari Ayahnya yang berkata saya mendengar Sâlim Bin ‘Abdillâh Bin ‘Umar berkata:Wahai penduduk Iraq! Alangkah seringnya kalian bertanya tentang masalah-masalah sepele dan alangkah beraninya kalian menerjang dosa besar! Saya mendengar ayahku Abdullah bin Umar mengatakan, ”Saya mendengar Rasulullah ShollAllâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,’Sesungguhnya fitnah datangnya dari arah sini beliau sambil mengarahkan tangannya ke arah timur, dari situlah muncul tanduk setan. Kalian saling menebas leher satu sama lain. Musa hanya membunuh orang yang berasal dari keluarga Fir’aun karena tidak sengaja. Lalu Allah ‘azza wa jalla berfirman padanya : ‘Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.” (Thaahaa: 40)”[42]

Dari data-data yang telah dikumpulkan dan dengan menggunakan Kaidah yang telah dirumuskan ‘ulamâ’ maka dapatlah kita ketahui keterangan dari para ‘ulamâ’ khususnya ahli hadȋts dan ‘Ulama’ Ahli Bahasa bahwa Nejed pada hadȋts diatas adalah Nejed ‘Iraq inilah yang telah diterangkan oleh para Muhadditsîn seperti: Ibn Hajar Al – ‘Asqolâni, Al-Kirmâni, Al-‘Aini, Ibn Batthôl, Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Muhammad Al-Mubârokfȗri, Dr. ‘Abd As-Sanad Hasan Yamamah, Muhammad Zakariyyâ Al-Kandahlawî, Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî, Al-Baghowi.[43] Kemudian para Ahli Bahasa  juga melengkapi bahwa Nejed yang dikenal oleh orang Arab itu banyak termasuk didalamnya adalah Nejed ‘Iraq, dan sangat sulit untuk dipungkiri lagi setelah adanya keterangan dari hadȋts- hadȋts diatas yang dengan jelas menyebutkan bahwa tempat itu adalah ‘Iraq.
Ibnu Taimiyyah mengatakan didalam Fatawaa nya:
وَمَعْلُومٌ أَنَّهُ كَانَ بِالْكُوفَةِ مِنْ الْفِتْنَةِ وَالتَّفَرُّقِ مَا دَلَّ عَلَيْهِ النَّصُّ وَالْإِجْمَاعُ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) الْفِتْنَةُ مِنْ هَاهُنَا ؛ الْفِتْنَةُ مِنْ هَاهُنَا ؛ الْفِتْنَةُ مِنْ هَاهُنَا ؛ مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ (
Diketahui bahwa di Kufah terjadi fitnah dan perpecahan yang telah ditunjukkan oleh Nash dan Ijma karena ada Sabda Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam: fitnah dari arah sini, fitnah dari arah sini, fitnah dari Arah sini, yaitu dari tempat munculnya tanduk setan.[44]    
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadȋts Nabi di atas. Benarlah ‘Iraq adalah sumber fitnah, baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Seperti:
1.      Keluarnya Ya’jȗj dan Ma’jȗj
2.      Perang Jamal
3.      Perang Shiffîn
4.      Fitnah Karbala’
5.      Tragedi Tartar
Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti:
1.      Khowârij yang muncul di kota Harȗro’ kota dekat Kuffah
2.      Rafidhah (Syi’ah) hingga kini masih kuat
3.      Mu’tazilah
4.      Jahmiyah, dan Qadariyah.[45]
Dan kenyataan yang kita saksikan dengan mata kepala pada saat ini, keamanan di ‘Iraq terasa begitu mahal. Banyak peperangan dan pertumpahan darah antara Sunni Syi’ah serta andil (campur tangan) orang-orang kafir dalam menguasai ‘Iraq karena Iraq dikenal dengan Negara yang kaya akan minyak dan merupakan salah satu Negara terkuat Arab saat itu. Dilihat dari segi sifatnya mereka pada umumnya adalah orang-orang yang sangat teguh dalam berprinsip sampai masalah terkecil sekalipun akan dipermasalahkan sehingga disindir oleh Ibnu ‘Umar[46] ketika mereka menanyakan hal yang sangat kecil (bertanya tentang hukum darah nyamuk yang mengenai orang sholat) sementara mereka terlibat dalam masalah besar seperti pembunuhan keluarga Husain.[47] Kita berdo’a kepada Allâh agar memperbaiki keadaan di ‘Iraq, menetapkan langkah para mujâhidîn di ‘Iraq dan menyatukan barisan mereka. Amiin.
2.      Makna Tanduk Setan (Qorn Asy-Syaithôn).
Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam kitab syarah hadȋts maka keseluruhannya dapat kita simpulkan yang saling melengkapi bahwa قرن الشيطان  itu adalah kekuatan setan berupa fitnah-fitnah yang disebarkan guna untuk menguasai manusia yang senantiasa menyebar diantara manusia guna untuk memalingkan manusia yang hanya beribadah kepada Allâh kepada beribadah kepada setan.[48]

Berdasarkan dari keterangan-keterangan diatas dapat dipahami bahwa maksud  hadȋts tersebut adalah Nubuwwah Nabi kepada para Sahabatnya akan terjadinya fitnah besar serta munculnya kekuatan setan yang senantiasa menyebar di Negeri yang beliau sebut dengan Nejed, dan berdasarkan kajian yang dilakukan dengan mengumpulkan hadȋts - hadȋts  yang semakna serta menyertakan pendapat para ‘ulamâ’ melalui kitab-kitab mereka yang mu’tabar dan mu’tamad maka, dapat diketahui bahwa Nejed yang dimaksud Nabi yakni Negeri ‘Iraq.
Tanduk sendiri mempunyai arti filosofi tersendiri dalam sabda Nabi diatas, biasanya Nabi selalu menyimbolkan suatu kejadian atau sifat dengan sesuatu yang biasanya lekat dan dekat dengan kehidupan manusia, seperti tanduk dilambangkan dengan simbol kejahatan setan dan fakta nya sampai sekarang perkumpulan theosofi dan pemuja setan juga menggunakan atribut dengan gambar setan yang mempunyai tanduk diacara-acara mereka.[49]
Keutamaan yang tetap dalam bentuk umum tidak menjadi ketetapan bagi individu begitu juga kecaman yang tetap dengan keumuman tidak menjadi ketetapan bagi Individu. Jika benar bahwa yang dimaksud Najd adalah Iraq atau Hijaz, maka kita tidak boleh menetapkan celaan dan kecaman kepada pribadi-pribadinya karena tidak otomatis penduduk negeri tersebut menjadi tercela. Berapa banyak orang fasik dan tercela  berada di Madinah, Mekkah dan Syam sedangkan banyak sekali orang alim lagi terpuji tinggal dan lahir di ‘Iraq dan Hijaz. Dalam sebuah hadȋts yang ditujukan kepada penduduk Madinah disebutkan:
حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ عُرْوَةَ ، عَنْ أُسَامَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَشْرَفَ عَلَى أُطُمٍ مِنْ آطَامِ الْمَدِينَةِ ، ثُمَّ قَالَ : هَلْ تَرَوْنَ مَا أَرَى إنِّي لأَرَى مَوَاقِعَ الْفِتَنِ خِلاَلَ بُيُوتِكُمْ كَمَوَاقِعِ الْقَطْرِ.
Menceritakan kepada kami Ibn ‘Uyainah, dari Azzuhry, dari ‘Urwah, dari Usâmah, sesungguhnya Nabi ShollAllâhu ‘Alaihi Wasallam merupakan benteng yang paling mulia dari benteng-benteng yang ada di Madinah, Nabi berkata: Sesungguhnya aku benar-benar melihat tempat-tempat fitnah keluar dari  rumah kalian seperti tetesan-tetesan Hujan.[50]
Apakah boleh kita mencela penduduk Madinah atau ‘Ulama’ Madinah?
Bumi tidak mensucikan individu. Begitu indah apa yang dikatakan oleh dua orang yang telah dipersaudarakan oleh Rasulullah shollAllâhu ‘Alaihi Wasallam. karena cintanya Salman kepada Abu Dardâ’, beliau menginginkan Saudaranya tersebut Pindah bersamanya ke Syam sebagai daerah yang kerap dipuji oleh Rasȗlullah. lalu Abu Dardâ’ menjawab dengan jawaban yang perlu ditulis dengan tinta emas, Abu Dardâ’ menjawab:
أما بعد, فإن الأرض المقدسة لا تقدس أحداً, وإنما يقدس الإنسان بعمله
Amma ba’du, Sesungguhnya tanah yang disucikan tidak dapat mensucikan seorangpun, Yang bisa mensucikan seseorang adalah amalnya.[51]
Celaan dan kecaman terhadap suatu daerah tertentu terkait fitnah yang akan terjadi didaerah tersebut tidak terjadi sepanjang kurun dan waktu tapi terkadang daerah tersebut adalah mercusuar dari pengetahuan dan keilmuan serta kejayaan.
Oleh karena itu mempelajari makna hadȋts dengan bantuan kitab-kitab syarah (penjelasan) para ulama tentu menjadi keharusan agar tidak keliru menafsirkannya.
Alangkah indahnya ucapan Sufyan bin ‘Uyainah:
يَا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ تَعَلَّمُوْا مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ فَإِنِّيْ تَعَلَّمْتُ مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً
Wahai penuntut ilmu hadȋts! Pelajarilah makna hadȋts, sesungguhnya saya mempelajari makna hadȋts selama tiga puluh tahun.[52]
D.                Penutup
            Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan, maka terdapat kesimpulan sebagai berikut:
1.       Hadîts “FITNAH TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)” pada penelitian ini secara kualitas adalah shohîh, dan secara kwantitas hadȋts ini diriwayatkan oleh 6 orang Sahabat dengan lafadz yang diriwayatkan secara Bil Ma’na.
2.       Masyriq dalam hal ini adalah Nejed yang dimaksud oleh Rosȗlullâh pada hadȋtsFITNAH TANDUK SETAN DARI NEGERI MASYRIQ (NEJED)” berdasarkan penjelasan Imâm-Imâm Ahli hadȋts kemudian dikuatkan oleh Pendapat Ahli Bahasa maka tidak syak lagi bahwa Nejed yang dimaksud adalah Nejed ‘Iraq.
3.      Makna “Qorn Asy-Syaitôn” sendiri adalah Fitnah besar yang mengakibatkan terjadinya kekacauan yang disebarkan setan ditengah-tengah manusia.



















  DAFTAR KEPUSTAKAAN
          Al-Qur’ân dan Terjemahan, Klaten: Indiva,2009.
Al-Amir ‘Ala’ Ad-Din ‘Ali Bin Balbân Al-Farîsi, Shohih Ibn Balban Bitartîbi Ibn Hibbân, Beirut: Mu’assah Ar-Risalah, 1993.
‘Abd As-Sanad Hasan Yamamah, Masu’ah Syuruh Al-Muwattho’, Mesir: ttp, 2005.
 ‘Abdul Mannân Ar-Rôsikh, Mu’jam Al-Ishthilâhat Al-Ahâdits An-Nabâwiyyah, (Terjemahan) Jakarta: Darul Falah,2006.

‘Abdul Fattâh Hasan Abû Al-‘Ulyah, Tarîkh Ad-Daulah As-Su’ûdiyyah Ats-Tsâniyyah, Riyadh:1991.

‘Abdu Al-Ghoffâr Sulaiman Al-Bandari Dan Sayyid Karwi Hasan, Mausû’ah Ar-Rijâl Al-Kutub At-Tis’ah, Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,1993.

‘Abdullah Bin Muhammad Al-Bassam, Tukhfatu Al-Musytaq Fi Akhbâri Najdi Wa Al-Hijâzi Wa ‘Irôqi,Kuwait: Syirkah Al-Mukhtalif,2000.
Abî As-Sa’âdât Al-Mubârok Bin Muhammad Al-Jazary, An-Nihayah fî Ghorîb Al-Hadits wa Al-Atsar, Riyadh: Maktabah Al-Islamiyyah, tth.
Abî Bakar ‘Abdillâh Bin Muhammad Bin Abî Syaibah Al-‘Absy Al-Kȗfy, Al-Mushonnaf, Beirut: Dar Al-Qorthobah, 2006.
Abî Al-Husain ‘Ali Bin Kholaf Bin ‘Abd Al-Mâlik, Syarh Shohîh Al-Bukhôri li Ibn Batthôl, Riyadh: Maktabah Ar-Rosyid,tt.
Abî Al-Husain Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh Muslim, Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, 1998.
       ____ ,Shohîh Muslim, Riyadh: Dar Ath-Thoyyibah,2006.
Abî Ja’far Ahmad Bin Muhammad Bin Salâmah Ath-Thohâwi, Syarah Musykil Al-Atsar, Beirut: Mu’assasah Ar-Risâlah, 1994.
Abî Musâ Muhammad Bin Abî Bakar Bin Abî  ‘Îsâ Al-Madîni Al-Ashfahâni, Al-Majmȗ’ Al-Mughîts fî ghorîb Al-Qur’ân Wa Al-Hadîts, Riyadh: Ummul Qurô University, 2005.
Abî Nu’aim Ahmad Bin ‘Abdullâh Al-Ashfahâny, Hilyah Al-Auliyâ’ wa Thobaqôt Al-Ashfiyâ’, Beirut: Dar Al-kitâb Al-‘Ilmiyyah, 1988.
Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath, ttp: Dar Al Haromain, tt.
      ____,  Mu’jam Al-Ausat, Sudan:    Dar Al-Haromain,1995.
     ____, Al-Mu’jam Al-Ausath, Mesir: Maktabah Ibn Taimiyyah, tth.
     ____, Musnad Asy-Syamiyyin, Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah, 1989.
Abî Sulaimân Hammad Bin Muhammad Al-Khottôby, I’lâm Al-Hadîts, Mekkah: Ummul Qurô’ University, tth.
Abî Al-‘Ulya Muhammad Bin ‘Abd Ar-Rohmân Bin ‘Abd Ar-Rohîm Al-Mubârkfȗri , Tukhfah Al-Akhwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Fikr, tt.
Abȗ Fatiyah Al-adnâni, Misteri pasukan panji hitan (Ashhâb Ar-Rôyati As-Sȗd), Surakarta: Granada Media Utama, 2008
Abȗ  Al-Mukarrom Ibn Al-Manzhȗr, Lisân Al-‘Arobi, Beirut: Dar  Al-Ma’ârif, tth.
Abȗ Thôlib Al-Qôdhi, ‘Ilal At-Tirmîdzi Al-Kabîr, Beirut: Maktabah An-Nakhdhoh Al-‘Arôbiyyah, 1989.
Abû ‘Umar ‘Utsmân Bin Sa’id Al-Muqri’ Ad-Dânyy, As-Sunan Al-Wâridah Fi Al-Fitan Wa Ghowâ’iliha Wa Asy-Syâ’atu Wa Asyrôtiha, Dar Al-‘Ashîmah,tt.
Abȗ ‘Ubaidah Masyhȗr Bin Hasan Alu Salmân, At-Tahdzîb Al-Hasan Li Kitâb Al-‘Irôq Fî Ahâdîtsi Wa Atsâr al-Fitan, Oman: Dar Al-Atsariyyah, 2007.
Ahmad Bin ‘Ali Bin Muhammad Al-‘Asqolâni, Fath Al-Bâri Bi Asy-Syah Ash-Shohîh Al-Bukhôri, Riyadh: Mamlakah Mâlik Fahd Al-Wathoniyyah, 2001.
     ____, Nukhbah Al-Fikr Fi Mushtholah Ahli Atsar, Beirut: Dar Ibn-Hazm, 2006.
Ahmad Bin Hanbal, Musnad Lil Imâm Ahmad Bin Hanbal, Kairo: Dar Al-Hadîts, Tahqîq: Ahmad Muhammad Sakir 1995.
Ahmad Muhammad Adh-Dhobîb, Atsar Syeikh Muhammad Bin ‘Abdul wahhâb, Riyadh:Mamlakah Al-‘Arôbiyyah As-Su’ûdiyyah,1977.
Ahmad Muhammad Syâkir, Al-Bâ’its Al-Hatsîts Syarh Ikhtishôr ‘Ulȗm al-Hadîts, Beirut: Dar Kitab ‘Ilmiyyah, tt.
 ‘Ali Akbar Fiyâdh, Tarikh Jazîroh ‘Arôbiyyah Wa Al-Islami, Mesir: Markaz An-Nasyr Li jâmi’ah Al-Qôhiroh,1993.
‘Ali Al-Muttaqi  Bin Hisâmuddîn Al-Hindi Al-Burhân Al-Fauri, Kanzul ‘Ummal, Beirut: Mu’assasah Ar-Risâlah, 1985.
Ali Mushthofa Ya’kub, Kritik Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet.Kelima, 2008.

AM. Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi,Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,2011.
Badruddîn Abî Muhammad Mahmȗd Bin Ahmad Al-‘Aini, ’Umdat Al-Qôrî Syarh Shohîh Al-Bukhôri, Beirut: Dar Kitab Al-‘Ilmiyyah, 2001.
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadits (Studi kritis Atas Kajian Hadits Kontemporer), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Dawud ‘Athiyah ‘Abduh, Al-Mufrodatul Asy-syai’ah fi Al-Lughôti Al-‘Arôbiyyah, (Terjemahan) Klaten: wafa press,2008.
Daud Bin Sayyid Sulaiman Al-Baghdâdi An-Naqsabandy Al-Khôlidi, Al-Minhatu Al-Wahbiyyah fi Roddi Al-Wahhâbiyyah, Turki: Ikhlas Vakfi,2000.
Daniel Juned, Ilmu Hadits “Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadits”, Jakarta: Erlangga,2010.
Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Jakarta: Usamah Press, 2003.
       ___ , Sunnah Dibawah Ancaman (Dari Snouck Hurgronje Hingga Harun Nasution), Bandung: Syaamil, 2006.
Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah (Kritik Musthofa Al-Siba’I Terhadap Ahmad Amin Mengenai Hadits Dalam Fajrul Islam), Jakarta Timur: Kencana, 2003.
Gamal Komandoko, Ensiklopedi Istilah Islam, Yogyakarta: Cakrawala, 2009.

Habib Salim Bin Ahmad Bin Jindan, Fatwa Isu penting “Putusan Ulama Besar Indonesia”, Semarang: Asy-Syifa,1997.
Hamzah Bin Asad, Tarîkh Ad-Dimasyq, Dimasyq: Dar Hassan,1983.
Hartono Ahmad ja’iz dan ‘Abduh Zulfikar Akaha, Bila Kyai diperTuhankan ”Membedah Sikap Beragama NU”,Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar,Cet.kedelapan,2008.
Hasan Bin ‘Ali As-Saqqôf, Al-Bisyâroh Wa Al-Ithaf, Dimasyq: Maktabah At-Takhshîshiyyah li Al-Roddi ‘Ala Al-Wahhâbiyyah,Cet.ketiga,2007.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991.
Heri Jauhari, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Artikel, Resensi, laporan, Makalah, Proposal, Skripsi, Tesis), Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009.

Hisyâm Bin Ahmad Al-Waqqosyiyy Al-Andalûsyy, Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’, Riyadh: Maktabah Al-‘Ubaikan,2001.

Howard M. Pederspiel, Persatuan Islam”Pembaharuan Islam Indonesia abad XX”, (Terjemahan Disertasi Doktor) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1996.
Husain Bin Mas’ȗd Al-Baghowi, Syarh As-Sunnah, Beirut: Maktabah Islamî, 1983.
Ibn Al-‘Arobi Al-Maliky, ‘Aridhoh Al-Ahwâdzi bi Syarh Shohîh At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah, tt.
Ibnu Al-Jauzi, Ar-Roddu ‘Ala Al-Muta’asshib Al-‘Anid Al-Mani’ Min Dzammi Yadzîd, Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,2005.

Ibnu Katsîr, Al-Bidâyah Wa An-Nihâyah,(Terjemahan) Jakarta: Darul Haq,2004.

Ibnu Mandzȗr, Lisân Al-‘Arobi, Bairut: Dar Al-Ma’arif.tt.

Jalâluddin As-Suyȗthy, Argumentasi As-Sunnah (Kontra Atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisinal) Terjm, Surabaya: Risalah Gusti, 1997.
 ___ , Tadrîb Ar-Rôwi Fi Asy-Syarh Taqrîb An-Nawâwi, Bairut: Mu’assah Ar-Royyân,2005.

Kholid Bin Muhammad Al-Farôji, Al-Khobaru Wa Al-‘Ayanu Fi Tarîkh An-Najdi, Riyadh: Maktabah Al-‘Ubaikan,2000.

Khotib Al-Baghdadi, Al-Kifâyah Fi Ma’rifati Ushûli ‘Ilmi Ar-Riwâyah, Mesir: Dar Al-Hudâ, 2003.
Luthfi Bashori, Musuh Besar Umat Islam, Jakarta Selatan: Lembaga penelitian dan pengkajian Islam (LPPI),2006.
Mahmȗd Bin ‘Umar Az-Zamakhsyary, Al-Fa’iq, Beirut: Dar Al-Fikr, 1979.

Mahmud Hilal Hilal Muhammad Al-Sisi,(Terjm) Abdul Shomad, Johar ‘Arifin, Metodologi Ahli Hadits (terjm), Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2010.

Mahmȗd Yȗnus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung.tt.
    ____,‘Ilmu Mushtholah Al-Hadȋts, Jakarta: Maktabah As-Sa’âdiyyah Futra,1940.
Mahmûd At-Thohhân, Taisîr Mustholâh Al-Hadîts, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,2004.

Mahrus Ali, Sesat Tanpa Sadar, Jawa Timur: Laa Tasyuk Press, Cet.10, 2011.

Majma’ Al-Lughôtu Al-‘Arôbiyyatu Jumhûriyyah Al-Mishriyyah Al-‘Arôbiyyah, Al-Mu’jam Al-Wâshith, Mesir: Maktabah Asy-Syuruq Al-‘Arôbiyyah,2004.
  ___ , Al-Mu’jam Al-Wajîz, Mesir: Maktabah Asy-Syuruq Al-‘Arôbiyyah,1994.
 ____ , Mu’jam Al-Wajiz, Mesir: Maktabah Syurȗq Ad-dauliyyah, 1994.
 ____ , Mu’jam Al-Wasith, Mesir: Maktabah Syurȗq Ad-dauliyyah, 2004.
Mâlik Bin Anas, Al-Muwattho’, Mesir: Dar Ar-Royyân, 1988.
Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mudzakaroh Asâtidzah Al-‘Ulamâ’ Ad-Dimasq, Kulla mâ Fi Al-Bukhôri Shohîh, Kuwait: Jam’iyyah Ishlah Al-Ijtima’I, 1966.
Muhammad Abû Zahroh, Al-Hadîts Wa Al-Muhadditsûn, Riyadh: Mamlakah Al-‘Arôbiyyah As-Su’ûdiyyah.
Muhammad At-Tunji, Al-Mu’jam Al-Mufasshol Fi At-Tafsîri Al-Ghorîb Al-Hadîts,Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah,2002.

Muhammad Bin ‘Abdu Ar-Rohmân Al-Maghrowi, Al-‘Aqîdah As-Salâfiyyah, Riyadh: Dar Al-Manâr,1992.

Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb, Kasyf Asy-syubuhât, (Terjemahan) Riyadh: Maktabah At-Ta’âwuni,2005.

Muhammad bin Mathor Az-Zahrôni, Tadwîn As-Sunnah An-Nabâwiyyah ‘’Nasy’atuhu wa Tathowwaruhu minal Qorni Al-Awwal ilâ Nihâyati Al-Qorni At-Tâsi’ ‘Asyr, “Riyadh:  Maktabah Dar-Al-Minhaj, 2005.
Muhammad Bin Muhammad Abȗ Syuhbah, Al-Wasîth  fȋ ‘Ulȗmi Wa Mushtholahi Al-Hadȋts, Jeddah: ‘Ilmu Al-Ma’rifah, tth.
Muhammad Bin Ismâ’il Bin Ibrohîm Bin Mughîroh Bin Bardizbah  Al-Bukhôri Al-Ju’fi, Al-Jâmi’u AS-Shohîh al-Musnad Min Hadîts Al-Roûslillah Min Sunanihi Wa Ayyâmihi, Kairo: Maktabah As-Salafiyyah Wa Maktabaha,1979.

Muhammad Bin ‘Isâ Bin Saurota At-Turmudzi, Sunan At-Turmudzi, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif, Tahqîq: Muhammad Nasaruddîn Al-Albâni.tt.
Muhammad Dhiya’ Ar-Rohmân Al-A’zhômi, Mu’jam Al-Ishthilâhat Wa Lathô’if Al-Asânid, Riyadh: Maktabah Adhwa’ As-Salaf, 1999.
Muhammad Idrus Romli, Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi, Surabaya: Bina ASWAJA,2010.
Muhammad Bin Jamil Zainu, Da’wah Syeikh Muhammad Bin ‘Abdul Wahhab baina Al-mu’aridhin wal munshifin wal Mu’ayyidin,(Terjemahan) Jakarta: Pustaka Tazkia,2011.
Muhammad Nasâruddin Al-Albâni, Takhrîj Al-Ahâdits Fadhô’il Asy-Syam Wa Dimasyq, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,2000.
  ____, Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,tth.
  ____ , Nashb al-Majânîq li Nishf Qisshoh al-Ghorôniq, Oman: Maktabah Islâmi, Cet. 3, 1996.
 ____ , Menyingkap tabir kebohongan “Kisah Kontroversi Pujian Nabi Terhadap berhala” Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.
  ____ , Inilah Da’wah kami, Maktabah Rhoudhotul Al-Muhibin,tt.
Muhammad Mushthofâ As-Sibâ’I, As- Sunnah Wa Makânatuhâ fȋ Tasyri’ Al-Islamî, Kairo: Maktabah Islamȋ, tth.
Muhammad robi’ bin hadi Al-Madkholi, Berkenalan dengan salaf (Kajian bagi pemula),Jawa Tengah: Maktabah Salafy Press,2003.
   ___ , Manhaj Ahlu As-Sunnah dalam mengkritik Tokoh,kitab,dan aliran,Jakarta: Maktabah As-Sunnah,tt.
Muhammad Shôlih Al-Munajjid, Durȗs Li Asy-Syaikh Shôlih Al-Munajjid, Versi Maktabah Asy-Syâmilah.
Muhammad Syuhudi Isma’il, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits (Tela’ah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), Jakarta: PT. Bulan Bintang, Cet. Kedua, 1995.
      ___ , Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, Dan Pemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Muhammad Zakariyyâ Al-Kandahlawî Al-Madanî, Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik, Damaskus: Dâr Al-Qolam, 2003.

MUI Kotamadya Jakarta Utara, Fatwa MUI tentang Salafi,2009.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: Rajawali Press,2008
Musthofa Zahri, Kunci Memahami Mushtholah Al-Hadits, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995.
Nasr Bin ‘Abdul karîm Al-‘Aql, Islâmiyah Laa wahâbiyyah, (Terjemahan) Bekasi: Darul Falah,2011.
 ___ ,  Hanya Islam Bukan Wahabi, Jakarta: Darul Falah, 2006.
Nur- Al-Dîn  i‘tr, Manhaj An-Naqdi Fî ‘Ulûmi Al-Hadîts, Damaskus: Dar-Al Fikr, 1988.
Qodhi Al-Hasan Bin ‘Abd Ar-Rohmân Ar-Româhurmuzi, Al-Muhaddits Al-Fâshil baina Ar-Rôwi wa Al-Wâ’I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1771.
Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, “Fakta dan data Yahudi di Indonesia”,            Jakarta Timur: Khalifa, 2006.
Sayyid Ahmad Bin Sayyid Zaini Dahlân, Ad-Duroru As-Saniyatu fi Roddi ‘Alâ Al-Wahâbiyah, Damaskus: Maktabah al-Ahbâb,2003.
Sayyid Muhammad Murtadhô Al-Husaini Az-Zabidi, Taj Al-‘Arus Min Jawâhir Al-Qomûs, Kuwait: Turôts Al-‘Arôbi, 2001.
Su’ûd Bin ‘Abdillah Al-Fanisan, Al-Arba’ûna Al-Baldâniyyah fi Al-Ahâdîtsi An-Najdiyyah, Riyadh: Maktabah Al-Rusyd,tt.

Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Jakarta: Rajawali Press, Cet.2, 2002.

Syamsuddin Arif, Orientalis Dan Deabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani Press, 2008.

Syamsuddîn Muhammad Bin ‘Abdu Ar-Rohmân As-Sakhôwi, Al-Buldâniyyât, Riyadh: Dar Al-‘Atho’,2001.

Syauqi Abȗ Kholîl, Athlash Al-Hadîts An-Nabawi Min Al-Kutub Ash-Shihâh As-Sittah, Damaskus: Dar Al-Fikr, 2005.
Shiddiq Hasan Al-Qonȗji, Abjad Al-‘Ulum, Damaskus: Mansyurot wizarotu Atsaqofi wa Al-Irsyad Al- Qoumi, 1889.
Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim, Riyadh: Dar As-Salâm, 1999.
Sholâhuddin Al-Munajjad, Mu’jam Mâ Ullifa ‘An Ar-Rosûlullâh, Bairut: Dar Al-Kitab Al-Jadîd,1982.

Sholih Bin fauzan Al-Fauzan dan syekh Muhammad Nasaruddin Al-Albani,Salafi digugat Salafi Menjawab,Jakarta: As-Sunnah,2005.

Syekh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi “Mereka Membunuh Semuanya termasuk para ‘Ulama’ ”,buku ini diberi pengantar oleh Prof.Dr.KH.Said Agil Siraj,MA. (Ketua Umum PBNU), Yogyakarta: Pustaka pesantren,2011.
    ____ , Mereka memalsukan kitab-kitab karya ‘Ulama’ klasik “episode Kebohongan public Sekte salafi Wahabi” Yogyakarta: Pustaka pesantren, dengan pengantar Prof.Dr.KH.said agil Siraj,MA. Dan Prof.Dr. Azyumardi Azra, MA. (Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),2011.
   ____  , ‘Ulama’ Sejagat Menggugat salafi wahabi “Mengenal dan mengkritisi penyimpangan tokoh-tokoh utama mereka: Ibnu Taimiyah,Muhammad bin ‘Abdul Wahab,Nashiruddin Al-albani,Ibnu Baz,Ibnu ‘Utsaimin,shalih Ibnu fauzan,dan lain-lain”, kata pengantar Prof.Dr.KH. Said Agil Siraj,MA. Dan KH. Munzir Tamam, MA. (Ketua Umum MUI Jakarta)  2011.
Syihabuddîn Abî ‘Abdillâh Yaqȗt Bin ‘Abdillâh Al-Hamwy Ar-Rowy Al-Baghdâdy, Mu’jam Al-Buldan, Beirut: Dar Shôdir,1977.
Tim Bahtsul Masa’il PC NU (Nakhdhotul ‘Ulamâ’) Jember, Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiyai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” (H. Mahrus Ali), Surabaya: Khalista,2008.
Tim Kajian Quantum Media, 1 Jam Mahir Hadits “Metode Al-Itqon, Surabaya: Quantum Media, 2010.
Taqiyuddîn Abȗ Al-Abbas Ahmad Bin ‘Abd Al-halîm Bin Taimiyyah Al-Harrôni, Majmȗ’ Al-Fatâwaa, Riyadh: Dar Al-Wafa’, 2005.
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits, Jakarta: Bumi Aksara,Cet. Ketiga, 2007.

‘Ubâdah Al-Kuhîlah, Al-‘Iqdu Ats-Tsamîn fi Tarîkh Al-Muslimîn, Kuwait: Dar Al-Kitab Al-Hadîts,1996.
Yahya Bin Abi Bakîr Qôdhi Al-Kirmâni, Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni, Beirut: Dar Ihya’ Al-‘Arobi, 1981.
Yûsuf Bin Sayyid Hasyîm Ar-Rifâ’I, Nashîhah Li Ikhwânina ‘Ulamâ’ An-Najd, Dimasyq: Maktabah Al-Asad,2000.

Yûsuf Al-Qorôdhôwi, Kaifa Nata’âmal Ma’a As-sunnah An-nabâwiyyah, Mesir: Dar asy-Syurûq,2008.



Nama                   : Ihsanul Hadi Al-Harzi
Fakultas               : Ushuluddin
Jurusan                : Hadȋts



[1] Perlu ditekankan bahwa hadits “ Fitah tanduk setan dari negeri Masyriq (Nejed)”  secara Lafazh Matan-nya diriwayatkan secara Bi Al-Ma’na bahkan jika dihitung jumlah hadits dengan berbagai macam bunyi Lafzh hadȋts –nya sesuai jumlah kitab yang dibatasi dalam batasan masalah  mencapai 40 (penulis menghitung dari Sofwere Maktabah Asy-Syâmilah) lafazh yang secara umum dapat dikumpulkan mewakili macam-macam lafazh-nya.
[2] Imâm Al-Bukhôri, Loc.Cit.
[3] Abî Al-Husain Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh Muslim, Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah, 1998, Hlm. 1165. (Selanjutnya d disingkat Shohîh Muslim)
[4] Imâm At-Tirmidzi, Loc.Cit.
[5] Al-Imâm Ahmad Bin Hanbal, Musnad Ahmad Bin Hanbal, Mesir: Dar Al- hadȋts, tt, Hlm. 85. (Selanjut nya disebut Musnad Ahmad).
[6] Al-Imâm Mâlik Bin Anas, Al-Muwattho’, Mesir: Dar Ar-Royyân, 1988, Hlm. 275-276. (Selanjutnya disingkat Muwattho’)
[7] Al-Hâfizh Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath, ttp: Dar Al Haromain, tt, Hlm.249. (Selanjutnya disingkat Sunan Ath-Thobrôni).
[8] Al-Hâfizh Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni,, Musnad Asy-Syamiyyin, Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah, 1989, Hlm. 246-247. (Selanjutnya disingkat Musnad Asy-Syamiyyin).
[9] Ahmad Bin ‘Ali Bin Muhammad Al-‘Asqolâni, Fath Al-Bâri Bi Asy-Syah Ash-Shohîh Al-Bukhôri, Riyadh: Mamlakah Mâlik Fahd Al-Wathoniyyah, 2001, Juz: 13, Hlm.51. (Selanjutnya di Singkat Ibnu Hajar). Lihat. Abî Sulaimân Hammad Bin Muhammad Al-Khottôby, I’lâm Al- hadȋts, Mekkah: Ummul Qurô’ University, tth. Hlm. 1237.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Imâm yahya Bin Abi Bakîr Qôdhi Al-Kirmâni, Al-Bukhôri Bi Asy-Syarh al-Kirmâni, Beirut: Dar Ihya’ Al-‘Arobi, 1981, juz 24, Hlm. 168. (Selanjutnya di Singkat Al-Kirmâni)
[13] Ibid, Hlm. 167-168.
[14] Imâm Al-‘Allamah Badruddîn Abî Muhammad Mahmȗd Bin Ahmad Al-‘Aini, ’Umdat Al-Qôrî Syarh Shohîh Al-Bukhôri, Beirut: Dar Kitab Al-‘Ilmiyyah, 2001, juz 24, Hlm. 296. (Selanjutnya di Singkat Al-‘Aini), Lihat juga dalam Abî Al-Husain ‘Ali Bin Kholaf Bin ‘Abd Al-Mâlik, Syarh Shohîh Al-Bukhôri li Ibn Batthôl, Riyadh: Maktabah Ar-Rosyid,tt, Juz 10, Hlm. 44.
[15] Ibid, Hlm. 297.
[16] Lihat Syeikh Shofîyyurrohmân Al-Mubârokfȗri, Minnah Al-Mun’im Fi Syarh Shohîh Muslim, Riyadh: Dar As-Salâm, 1999, Juz 4, Hlm.357. (Selanjutnya di Singkat Al-Mubârokfȗri ).
[17] Al-Imâm Al-hâfizh Abî Al-‘Ulya Muhammad Bin ‘Abd Ar-Rohmân Bin ‘Abd Ar-Rohîm Al-Mubârkfȗri , Tukhfah Al-Akhwâdzî Bi Asy-Syarh Sunan At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Fikr, tt, Juz 10, Hlm. 452. (selanjunya disingkat Muhammad Mubârkfȗri).

[18] Ibid, Hlm. 453.
[19] ‘Abd As-Sanad Hasan Yamamah, Masu’ah Syuruh Al-Muwattho’, Mesir: ttp, 2005, Hlm.229.
[20] Ibid, Hlm. 231.
[21] Muhammad Zakariyyâ Al-Kandahlawî Al-Madanî, Aujaz Al-Masâlik Ilâ Muwattho’ Mâlik, Damaskus: Dâr Al-Qolam, 2003, Hlm. 353.
[22] Ibid, Hlm. 353-354.
[23] Ibid. Hlm. 355.
[24] Hisyâm Bin Ahmad Al-Wuqqosyî Al-Andalusî, At-Ta’liq ‘Ala Al-Muwattho’, Riyadh: Maktabah Al-‘Ubaikan, 2001, Hlm. 377.
[25] Ibid.
[26] Husain Bin Mas’ȗd Al-Baghowi, Syarh As-Sunnah, Beirut: Maktabah Islamî, 1983, Hlm. 206.
[27] Ibid. Hlm. 207.
[28] Ahmad Zaini Dahlan, Op.Cit, Hlm. 128.
[29] Syeikh Idahram, Op.Cit, Hlm. 150-154.
[30] LBM PCNU Jember, Op.Cit. Hlm. 209.
[31]Mudzakaroh Asâtidzah Al-‘Ulamâ’ Ad-Dimasq, Kulla mâ Fi Al-Bukhôri Shohîh, Kuwait: Jam’iyyah Ishlah Al-Ijtima’I, 1966.
[32] Baca dalam Badri Khaeruman, Op.Cit,Hlm. 212-222.
[33] Lihat  Al-Hâfizh Ibn Al-‘Arobi Al-Maliky, ‘Aridhoh Al-Ahwâdzi bi Syarh Shohîh At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyyah, tt, Hlm. 299. Lihat Sunân At-Tirmidzi, Loc.Cit.
[34] Al-Imâm Ahmad Bin Hanbal, Loc.Cit.
[35] Al-Imâm Yȗsuf Bin ‘Abdillâh Bin ‘Abd Al-Bar, Mausu’ah Syuruh Al-Muwattho’, Mesir: ttp, 2005, Hlm.229.
[36] Lihat Abȗ ‘Ubaidah Masyhȗr Bin Hasan Alu Salmân, At-Tahdzîb Al-Hasan Li Kitâb Al-‘Irôq Fî Ahâdîtsi Wa Atsâr al-Fitan, Oman: Dar Al-Atsariyyah, 2007, Hlm. 12.
[37] Ath-Thobrôni , Loc.Cit.
[38] Al-Hâfizh Abî Al-Qôsim Sulaimân Bin Ahmad Ath-Thobrôni, Al-Mu’jam Al-Ausath, Mesir: Maktabah Ibn Taimiyyah,tth,juz 12, Hlm.384. Lihat juga dari jalur Mu’âdz Bin Jabal dalam  ‘Ali Al-Muttaqi  Bin Hisâmuddîn Al-Hindi Al-Burhân Al-Fauri, Kanzul ‘Ummal, Beirut: Mu’assasah Ar-Risâlah, 1985, Hlm 97.
[39] Imâm Ath-Thobrôni, Op.Cit, Hlm.245-246.
[40] Al-Hâfizh Abî Nu’aim Ahmad Bin ‘Abdullâh Al-Ashfahâny, Hilyah Al-Auliyâ’ wa Thobaqôt Al-Ashfiyâ’, Beirut: Dar Al-kitâb Al-‘Ilmiyyah, 1988, juz 6, Hlm.133.
[41] Ibid.
[42] Abî Al-Husain Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisabȗri, Shohîh Muslim, Riyadh: Dar Ath-Thoyyibah,2006,Hlm. 1329.
[43] Lihat kembali dalam Bab III, Hlm.46-54.
[44] Taqiyuddîn Abȗ Al-Abbas Ahmad Bin ‘Abd Al-halîm Bin Taimiyyah Al-Harrôni, Majmȗ’ Al-Fatâwaa, Riyadh: Dar Al-Wafa’, 2005, Juz 20, Hlm. 316.
[45] Lihat kembali Syarah yang diterangkan Ahli Hadîts seperti dijelaskan pada Bab III, Hlm.46-54.
[46]  Lihat hadits pada Bab Analisa, Hlm. 63-64.
[47] Abȗ Fatiyah Al-adnâni, Misteri pasukan panji hitan (Ashhâb Ar-Rôyati As-Sȗd), Surakarta: Granada Media Utama, 2008, Hlm. 299. Lihat juga mengenai perjuangan Mujahidin Iraq pada buku yang sama, Hlm. 311-337.
[48] Ibid.
[49] Lihat selengkapnya dalam Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, “Fakta dan data Yahudi di Indonesia”,  Jakarta Timur: Khalifa, 2006.
[50] Al-Imâm Abî Bakar ‘Abdillâh Bin Muhammad Bin Abî Syaibah Al-‘Absy Al-kȗfy, Al-Mushonnaf, Beirut: Dar Al-Qorthobah, 2006,Jilid 21, Hlm.36.
[51] Muhammad Nashiruddîn Al-Albâny, Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah, Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif,tth,Hlm.305.
[52], , Lihat dalam kitab Durȗs Li Asy-Syaikh Shôlih Al-Munajjid oleh Muhammad Shôlih Al-Munajjid, Juz 202, Hlm. 22 – Versi Maktabah Asy-Syâmilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar