USHULUTS TSALATSAH (TIGA LANDASAN
UTAMA)
Jum'at,
30-Desember-2005
Penulis: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
MUQADDIMAH
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah
sentiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda.
Ketahuilah, bahwa wajib bagi
kita untuk mendalami empat masalah, yaitu :
1) Ilmu, ialah mengenal
Allah, mengenal Nabi-Nya dan mengenal agama Islam berdasarkan
dalil-dalil.
2) Amal, ialah menerapkan ilmu ini.
3) Da’wah, ialah
mengajak orang lain kepada ilmu ini.
4) Sabar, ialah tabah dan tangguh
menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu, mengamalkannya dan berda’wah
kepadanya.
MUQADDIMAH
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah sentiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda.
Ketahuilah, bahwa wajib bagi kita untuk
mendalami empat masalah, yaitu :
1) Ilmu, ialah mengenal Allah, mengenal
Nabi-Nya dan mengenal agama Islam berdasarkan dalil-dalil.
2) Amal, ialah
menerapkan ilmu ini.
3) Da’wah, ialah mengajak orang lain kepada ilmu
ini.
4) Sabar, ialah tabah dan tangguh menghadapi segala rintangan dalam
menuntut ilmu, mengamalkannya dan berda’wah kepadanya.
Dalilnya,
firman Allah Ta’ala : “ Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia benar-benar
berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal
shalih dan saling nasihat menasihati untuk (menegakkan) yang haq, serta
nasihat-menasihati untuk (berlaku) sabar”. (Al-’Ashr : 1-3).
Imam
Asy-Syafi’i[1] Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Seandainya Allah hanya
menurunkan surah ini saja sebagai hujjah buat makhluk-Nya, tanpa hujjah lain,
sungguh telah cukup surat ini sebagai hujjah bagi mereka”.
Dan Imam
Al-Bukhari[2] Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Bab Ilmu didahulukan sebelum
ucapan dan perbuatan”.
Dalilnya firman Allah Ta’ala : “ Maka ketahuilah,
sesungguhnya tiada sesembahan (yang Haq) selain Allah dan mohonlah ampunan atas
dosamu”. (Muhammad : 19).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih
dahulu untuk berilmu (agama).... .[3] sebelum ucapan dan perbuatan.
Akhi
(Saudaraku).
Semoga Allah sentiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada
Anda.
Dan ketahuilah, bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk
mempelajari dan mengamalkan ketiga perkara ini (beriman, beramal lalu berdakwah)
:
1. Bahwa Allah-lah yang menciptakan kita dan yang memberi rizki kepada
kita. Allah tidak membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan, tetapi mengutus
kepada kita seorang rasul, maka barangsiapa menaati rasul tersebut pasti akan
masuk surga dan barangsiapa menyalahinya pasti akan masuk neraka.
Allah
Ta’ala berfirman : ” Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang rasul
yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir’aun
seorang rasul, tetapi Fir’aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa ia dengan
siksaan yang berat”. (Al-Muzammil : 15-16).
2. Bahwa Allah tidak rela,
jika dalam ibadah yang ditujukan kepada-Nya, Dia dipersekutukan dengan sesuatu
apapun, baik dengan seorang malaikat yang terdekat atau dengan seorang Nabi yang
diutus menjadi Rasul.
Allah Ta’ala berfirman : ”Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu janganlah kamu menyembah
seorang-pun di dalamnya disamping (menyembah) Allah”. (Al-Jinn : 18).
3.
Bahwa barangsiapa yang mentaati Rasulullah serta mentauhidkan Allah, tidak boleh
bersahabat dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
mereka itu keluarga dekat.
Allah Ta’ala berfirman : ”Kamu tidak akan
mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih
sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah mantapkan keimanan dalam hati mereka
dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya dan mereka akan
dimasukkan-Nya ke dalam syurga-syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha
kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan Allah itulah golongan yang beruntung”. (Al-Mujaadalah :
22).
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah membimbing Anda untuk taat
kepada-Nya.
Ketahuilah, bahwa Islam yang merupakan tuntunan Nabi Ibrahim
adalah ibadah kepada Allah semata dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Itulah
yang diperintahkan Allah kepada seluruh umat manusia dan hanya itu sebenarnya
mereka diciptakan-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
:
“Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk
beribadah kepada-Ku”. (Adz-Dzaariyaat : 56).
Ibadah dalam ayat ini,
artinya : Tauhid. Dan perintah Allah yang paling agung adalah Tauhid, yaitu :
Memurnikan ibadah untuk Allah semata-mata. Sedang larangan Allah yang paling
besar adalah syirik, yaitu : Menyembah selain Allah di samping menyembah-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (An-Nisaa : 36).
Kemudian,
apabila anda ditanya : Apakah tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh
manusia ? Maka hendaklah anda jawab : Yaitu mengenal Tuhan Allah ‘Azza wa Jalla,
mengenal agama Islam, dan mengenal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
MENGENAL ALLAH, ‘AZZA WA JALLA
Apabila anda ditanya :
Siapakah Tuhanmu ? Maka katakanlah : Tuhanku adalah Allah, yang memelihara
diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala ni’mat yang
dikurniakan-Nya. Dan dialah sembahanku, tiada sesembahan yang haq selain
Dia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Artinya : Segala puji hanya
milik Allah Tuhan Pemelihara semesta alam”. (Al-Faatihah : 1).
Semua yang
ada selain Allah disebut Alam, dan aku (penulis) adalah salah satu dari semesta
alam ini.
Selanjutnya jika anda ditanya : Melalui apa anda mengenal Tuhan
? Maka hendaklah anda jawab : Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui
ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari
dan bulan. Sedang di antara ciptaan-Nya ialah : tujuh langit dan tujuh bumi
beserta segala mahluk yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara
keduanya.
Firman Allah Ta’ala : “Artinya : Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud
kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi
bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu benar-benar hanya
kepada-Nya beribadah” (Fushshilat : 37).
Dan firman-Nya : “Artinya :
Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang, sentiasa mengikutinya dengan cepat. Dan Dia (ciptakan pula) matahari dan
bulan serta intang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ketahuilah
hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu. Maha Suci Allah Tuhan semesta
alam”. (Al-A’raaf : 54).
Tuhan inilah yang haq disembah. Dalilnya, firman
Allah Ta’ala : “Artinya : Wahai manusia ! Sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (Tuhan)
yang telah menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap,
serta menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan
segala buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (Al-Baqarah :
22).
Ibnu Katsir[4] Rahimahullah Ta’ala, mengatakan : ”Hanya Pencipta
segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala macam
ibadah”.[Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, (Cairo, Maktabah Dar
At-Turats, 1400H) jilid. 1 hal. 57.]
Dan macam-macam ibadah yang
diperintah Allah itu, antara lain : Islam (Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan
Haji), Iman, Ihsan, Do’a, Khauf (takut), Raja’ (pengharapan), Tawakkal, Raghbah
(penuh harap), Rahbah (cemas), Khusyu’ (tunduk), Khasyyah(takut), Inabah
(kembali kepada Allah), Isti’anah (memohon pertolongan), Isti’adzah (meminta
perlindungan), Istighatsah (meminta pertolongan untuk dimenangkan atau
diselamatkan), Dzabh (penyembelihan) Nadzar dan macam-macam ibadah lainnya yang
diperintahkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Artinya
: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu
janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.
(Al-Jinn : 18).
Karena itu barangsiapa yang menyelewengkan ibadah
tersebut untuk selain Allah, maka dia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah
Ta’ala : Artinya : "Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping
(menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka
benar-benar balasannya ada pada tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang
kafir itu”. (Al-Mu’minuun :117).
Dalil-dalil macam Ibadah :
1.
Dalil Do’a.
Firman Allah Ta’ala : “Artinya : Dan Tuhanmu berfirman :
Berdo’alah kamu kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya,
orang-orang yang enggan untuk beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam
keadaan hina-dina”. (Ghaafir : 60).
Dan diriwayatkan dalam hadits :
“Artinya : Do’a itu adalah intisari ibadah”. ( Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam
Al-Jaami’ Ash-Shahiih, kitab Ad-Da’waat, bab 1. “Maksud hadits ini adalah bahwa
segala macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus, yang dilakukan seorang
mu’min, seperti mencari nafkah yang halal untuk keluarga, menyantuni anak yatim
dll, semestinya diiringi dengan permohonan redha Allah dan pengharapan balasan
ukhrawi. Oleh karena itu Do’a (permohonan dan pengharapan tersebut) disebut oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sari atau otak ibadah, karena
sentiasa harus mengiringi gerak ibadah”).
2. Dalil Khauf
(takut).
Firman Allah Ta’ala : “Artinya : Maka janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang
beriman”. (Ali ‘imran : 175).
3. Dalil Raja’ (pengharapan).
Firman
AllahTa’ala. “Artinya : Untuk itu barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan
Tuhanya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Al-Kahfi : 110).
4. Dalil
Tawakkal (berserah diri).
Firman Allah Ta’ala : “Artinya : Dan hanya
kepada Allah-lah supaya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman”. (Al-Maa’idah : 23).
“Artinya : Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah, maka Dia-lah yang akan mencukupinya”. (Ath-Thalaaq : 3).
5.
Dalil Raghbah (penuh minat), Rahbah (cemas) dan Khusyu’ (tunduk).
Firman
Allah Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya mereka itu sentiasa berlomba-lomba dalam
(mengerjakan) kebaikan-kebaikan serta mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh
minat (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), sedang mereka itu selalu
tunduk hanya kepada Kami”. (Al-Anbiyaa : 90).
6. Dalil Khasy-yah
(takut).
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-Ku”. (Al-Baqarah : 150).
7. Dalil Inabah
(kembali kepada Allah).
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Dan kembalilah
kamu kepada Tuhanmu serta berserah dirilah kepada-Nya (dengan mentaati
perintah-Nya), sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat
tertolong (lagi)”. (Az-Zumar : 54).
8. Dalil Isti’anah (memohon
pertolongan).
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Hanya kepada Engkau-lah
kami beribadah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan”.
(Al-Faatihah : 4).
Dan diriwayatkan dalam hadits : “Artinya : Apabila
kamu memohon pertolongan, maka memohonlah pertolongan kepada Allah”. (Hadits
Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami’ ‘Ash-Shahiih, kitab Shifaat Al-Qiyaamah wa
Ar-Raqa’iq wa Al-Wara : bab 59 dan riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad. Beirut
Al-maktab Al-Islami 1403H jilid 1 hal. 293, 303, 307).
9. Dalil
Isti’adzah (meminta perlindungan).
Firman Allah Ta’ala. “Artinya :
Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan yang Menguasai subuh”. (Al-Falaq : 1).
Dan firman-Nya : “Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan
manusia. Penguasa manusia”.(An-Naas : 1-2).
10. Dalil Istighatsah
(meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan).
Firman Allah
Ta’ala. “Artinya : (Ingatlah) tatkala kamu meminta pertolongan kepada Tuhanmu
untuk dimenangkan (atas kaum musyrikin), lalu diperkenankan-Nya bagimu”.
(Al-Anfaal : 9).
11. Dalil Dzabh (penyembelihan).
Firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Katakanlah. Sesungguhnya shalatkku, penyembelihanku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sesuatu-pun sekutu
bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama kali berserah diri (kepada-Nya)”. (Al-An’am : 162-163).
Dalil
dari Sunnah : “Artinya : Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan
karena Allah”. (Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Adhaahi, bab 8
dan riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108, 118 dan
152)
12. Dalil Nadzar.
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Mereka
menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang siksanya merata di mana-mana”.
(Al-Insaan : 7).
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kepada
Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan akan segala
perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang
berbuat syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai
tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai
rukun-rukunnya.
I. Rukun (Tingkatan) Islam
Adapun tingkatan Islam,
rukunnya ada lima :
1) Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa
“Laa Ilaaha Ilallaah” (Tiada sesembahan yang haq selain Allah) dan Muhammad
adalah Rasulullah.
2) Mendirikan shalat.
3) Mengeluarkan
zakat.
4) Puasa pada bulan Ramadhan.
5) Dan Haji ke Baitullah
Al-Haram.
1. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Allah
menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia, dengan sentiasa
menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang
yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. (Al-Imraan : 18).
“Laa Ilaaha Ilallaah” artinya : Tiada
sesembahan yang haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur :
menolak dan menetapkan “Laa Ilaaha”, adalah menolak segala sembahan selain
Allah. “Illallaah” adalah menetapkan bahwa penyembahan itu hanya untuk Allah
semata-mata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu didalam
penyembahan kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan
sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
berkata kepada bapaknya dan kepada kaumnya : ‘Sesungguhnya aku menyatakan lepas
dari segala yang kamu sembah, kecuali Tuhan yang telah menciptakan-ku, karena
sesungguhnya Dia akan menunjuki’. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu
kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka sentiasa kembali (kepada
tauhid)”. (Az-Zukhruf : 26-28).
“Artinya : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai
ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan
antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tidak menyembah selain Allah dan
tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta janganlah sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling
maka katakanlah kepada mereka :’Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
muslim (menyerahkan diri kepada Allah)”. (Ali ‘Imran : 4).
Adapun dalil
syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
Firman Allah Ta’ala. “Artinya
: Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri,
terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang yang
beriman”. (At-Taubah : 128).
Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
berarti : mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang
diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah
hanya dengan cara yang disyariatkannya.
2. Dalil Shalat dan Zakat serta
makna Tauhid.
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Padahal mereka tidaklah
diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta
mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus”. (Al-Bayyinah :
5).
3. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta’ala. “Artinya : Wahai
orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu untuk melakukan shiyam,
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa”. (Al-Baqarah : 183).
4. Dalil Haji.
Firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji,
yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan
barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha tidak
memerlukan semesta alam”. (Al ‘Imran : 97).
II. Tingkatan
Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi
ialah syahadat “LaiIlaaha Ilallaah”, sedang cabang yang paling rendah ialah
menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu dari cabang
Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
1) Iman kepada Allah.
2)
Iman kepada para Malaikat-Nya.
3) Iman kepada Kitab-kitab-Nya.
4)
Iman kepada para Rasul-Nya.
5) Iman kepada hari Akhirat, dan
6)
Iman kepada Qadar, yang baik dan yang buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi.
Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam semesta ini adalah
diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta’ala. “Artinya : Berbakti
(pada ALLAH) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah
Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yang sebenarnya ialah iman seseorang
kepada Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi...”.
(Al-Baqarah : 177).
Dan firman Allah Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya
segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dengan qadar”. (Al-Qomar : 49).
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu
:
“Artinya : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu
melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.
(Pengertian Ihsan tersebut adalah penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan
oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu, sebagaimana akan
disebutkan).
Dalilnya, firman Allah Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan”. (An-Nahl
: 128).
Dan firman Allah Ta’ala. “Artinya : Dan bertakwallah kepada
(Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu ketika kamu
berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara
orang-orang yang sujud. Sesunnguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (Asy-Syu’araa : 217-220).
Serta firman-Nya. “Artinya : Dalam
keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur’an yang kamu baca,
serta pekerjaan apa saja yang kamu kerjakan, tidak lain kami adalah menjadi
saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya”. (Yunus : 61).
Adapun dalilnya
dari Sunnah, ialah hadits Jibril[5] yang masyhur, yang diriwayatkan dari ‘Umar
bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Artinya : Ketika kami sedang duduk
di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba muncul ke arah kami
seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tidak tampak
pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun
diantara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dengan menyandarkan kelututnya pada kedua lutut beliau serta
meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata : ‘Ya
Muhammad, beritahulah aku tentang Islam’, maka beliau menjawab :’Yaitu :
bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan
Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan
perjalanan ke sana’. Lelaki itu pun berkata : ‘Benarlah engkau’. Kata Umar:’Kami
merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan
beliau. Lalu ia berkata : ‘Beritahulah aku tentang Iman’.Beliau menjawab :’Yaitu
: Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan
hari Akhirat, serta beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk’. Ia pun
berkata : ‘Benarlah engkau’.Kemudian ia berkata : ‘Beritahullah aku tentang
Ihsan’. Beliau menjawab :Yaitu : Beribadah kepada Allah dalam keadaan
seakan-akan kamumelihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu’. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau
menjawab : ‘Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu dari pada
orang yang bertanya’. AKhirnya ia berkata :’Beritahulah aku sebagian dari
tanda-tanda Kiamat itu’. Beliau menjawab : Yaitu : ‘Apabila ada hamba sahaya
wanita melahirkan tuannya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki,
tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling
membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi’. Kata Umar : Lalu
pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yang
lama, sehingga Nabi bertanya : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang
bertanya itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun
bersabda : ‘Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan
urusan agama kalian”. (Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab
1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu
Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.)
MENGENAL NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Beliau adalah
Muhammad bin ‘Abdullah, bin ‘Abdul Muthallib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk
suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah
termasuk keturunan Nabi Isma’il, putera Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga Allah
melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan
salam.
Beliau berumur 63 tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau
menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi dan rasul.
Beliau diangkat sebagai
nabi dengan “Iqra” yakni surah Al-’Alaq : 1-5, dan diangkat sebagai rasul dengan
surah Al-Mudatstsir.
Tempat asal beliau adalah Makkah.
Beliau
diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada
tauhid. Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Wahai orang yang
berselimut ! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Tuhanmu.
Sucikalah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu
memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta bersabarlah
untuk memenuhi perintah Tuhanmu”. (Al-Mudatstsir : 1-7).
Pengertian :
“Sampaikanlah peringatan”, ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan
mengajak kepada tauhid.“Agungkanlah Tuhanmu”. Agungkanlah Ia dengan berserah
diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.“Sucikanlah pakaianmu”, maksudnya ;
Sucikanlah segala amalmu dari perbuatan syirik. “Tinggalkanlah berhala-berhala
itu”, artinya : Jauhkan dan bebaskan dirimu darinya serta orang-orang yang
memujanya.
Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih
selama sepuluh tahun, mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau
di mi’rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari’atkan kepada beliau
shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama tiga tahun.
Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke
Madinah.
Hijrah, pengertiannya, ialah : Pindah dari lingkungan syirik ke
lingkungan Islami.
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
umat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari
kiamat.
Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah
Ta’ala. “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan
zhalim terhadap diri mereka sendiri[6], kepada mereka malaikat bertanya :’Dalam
keadaan bagaimana kamu ini .? ‘Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang
tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu
luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini ?. Maka mereka
itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk
empat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas di antara mereka, seperti
kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan tidak mampu
menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan(untuk hijrah), maka mudah-mudahan
Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun”.
(An-Nisaa : 97-99).
Dan firman Allah Ta’ala. “Artinya : Wahai
hamba-hamba-Ku yang beriman ! Sesungguhnya, bumi-Ku adalah luas, maka hanya
kepada-Ku saja supaya kamu beribadah”. (Al-Ankabut : 56).
Al-Baghawi[7],
Rahimahullah, berkata : ”Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada
orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga
berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang
yang beriman”.
Adapun dalil dari Sunnah yang menunjukkan kewajiban
hijrah, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Hijrah
tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat
tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat”. (Hadits Riwayat Imam
Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 4, hal. 99. Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab
Al-Jihad, bab 2, dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya, kitab As-Sam, bab 70).
Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau
zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta
syariat-syariat Islam lainnya.
Beliau-pun melaksanakan untuk menyampaikan
hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah
beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.
Inilah agama yang
beliau bawa : Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya
dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya di
jauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai
dan diredhai Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi
ialah syirik serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah.
Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diutus oleh Allah kepada seluruh umat
manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. Allah
Ta’ala berfirman. “Artinya : Katakanlah. ‘Wahai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepada kamu semua”. (Al-Araaf : 158).
Dan melalui beliau,
Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita, firman Allah Ta’ala. “..Pada
hari ini[8], telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu
ni’mat-Ku serta Aku redhai Islam itu menjadiagama bagimu”. (Al-Maaidah : 3).
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga wafat, ialah firman Allah Ta’ala. “Artinya :Sesungguhnya kamu akan mati dan
sesungguhnya mereka-pun akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada
hari kiamat berbantah- bantahan di hadapan Tuhanmu”. (Az-Zumar : 30-31).
Manusia sesudah mati, mereka nanti akan dibangkitkan
kembali.
Dalilnya firman Allah Ta’ala. “Artinya : Berasal dari tanahlah
kamu telah Kami jadikan dan kepadanya kamu Kami kembalikan serta darinya kamu
akan Kami bangkitkan sekali lagi” (Thaa-haa : 55).
Dan firman Allah
Ta’ala. “Artinya : Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan
sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (lagi) dan (pada
hari Kiamat) Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya”. (Nuh : 17-18).
Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan di hisab dan diberi balasan
sesuai dengan amal perbuatan mereka, firman Allah Ta’ala. “Artinya : Dan hanya
kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat buruk sesuai dengan perbuatan
mereka dan memberi alasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala)
yang lebih baik (surga)”. (An-Najm : 31).
Barangsiapa yang tidak
mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, firman Allah Ta’ala. “Artinya
: (Kami telah mengutus) rasul-rasul menadi penyampai kabar gembira dan pemberi
peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi menusia membantah Allah sebelum
(diutusnya), serta beliulah penutup para nabi”. (An-Nisaa : 165).
“Artinya : Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan
dibangkitkan. Katakan : ‘Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti akan
dibangkitkan dan niscaya akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu
kerjakan. Yang demikian itu adalah amat mudah bagi Allah”. (At-Taghaabun : 7).
Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan
pemberi peringatan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala. “Artinya : (Kami telah
mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan
supaya tiada lagi suatu alasan bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya)
para rasul itu ..” (An-Nisaa :165).
Rasul pertama adalah Nabi Nuh
‘Alaihissalam[9], Dan rasul terkahir adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, serta beliaulah penutup para nabi. Dalil yang menunjukkan bahwa rasul
pertama adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah
mewahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya ..” (An-Nisaa : 163).
Dan
Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh
sampai Nabi Muhammad, dengan memerintahkan mereka untuk beribadat kepada Allah
semata-mata dan melarang mereka beribadah kepada thagut. Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang
rasul (untuk menyerukan) :’Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thagut
itu ..”. (An-Nahl : 36).
Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada
seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir terhadap thagut dan hanya beriman
kepada-Nya. Ibnu Al-Qayyim[10], Rahimahullah Ta’ala, telah menjelaskan
pengertian thagut tersebut dengan mengatakan. “Artinya : Thagut, ialah setiap
yang diperlakukan manusia secara melampui batas (yang telah ditentukan oleh
Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti atau dipatuhi”.
Dan Thagut
itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :
1) Iblis, yang telah
dilaknat oleh Allah.
2) Orang yang disembah, sedang dia sendiri
rela.
3) Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
4)
Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib, dan
5) Orang yang memutuskan
sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.
Allah
Ta’ala berfirman. “Artinya : Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh
telah jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada
thagut dan beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh
dengan tali yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah : 256).
Ingkar kepada semua
thagut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi,
adalah hakekat syahadat “Laa Ilaaha Ilallah”.
Dan diriwayatkan dalam
hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Pokok
agama ini adalah Islam[11], dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang
punggungnya adalah jihad fi sabilillah”. (Hadits Shahih riwayat Ath-Thabarani
dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dan riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami
Ash-Shahih, kitab Al-Imaan, bab 8).
Hanya Allah-lah Yang Mahatahu.
Semoga shalawat dan salam sentiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad kepada
keluarga dan para
sahabatnya.
--------------------------------------------------------------------------------
[1]
Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-’Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i Al-Hasyim
Al-Quraisy Al-Muthallibi (150-204H - 767-820M) Salah seorang imam Empat.
Dilahirkan di Gaza (Palestina) dan meninggal di Cairo. Diantara karya ilmiyahnya
Al-Umm, Ar-Risalah dan Al-Musnad.
[2] Abu ‘Abdillah Miuhammad bin Ismail
bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al- Bukhari (194-256H - 810-870M) Seorang Ulama ahli
Hadits. Untuk mengumpulkan hadits ia telah menempuh perjalanan yang panjang,
mengunjungi Khurasan, Irak, Mesir dan Syam. Kitab-kitab yang disusunnya antara
lain Al-Jaami Ash-Shahih (yang lebih dikenal dengan Shahih Bukhari), At-Taarikh,
Adh-Dhu’afaa, Khalq Af’aal al-Ibaad.
[3] Al-Bukhari dalam Shahih-nya,
kitab Al-’ilm, bab.10.
[4] Abu Al-Fidaa : Ismail bin Umar bin Katsir
Al-Qurasy Ad-Dimasyqi (701-774H - 1302-1373M). Seorang ahli ilmu hadits, tafsir,
fiqh dan sejarah. Diantara karyanya : Tafsir Al-Qur’aan Al-Azhim, Thabaqat
Al-Fuqahaa Asy Syafiiyyun, al-Bidayah wa An-Nihayah (sejarah), Ikhtishaar ‘Uluum
Al-Hadits, Syarh Shahih Al-Bukhari (belum sempat dirampungkannya).
[5]
Disebut hadits Jibril, karena Jibril-lah (malaikat) yang datang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan menanyakan kepada beliau
tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan pelajaran kepada kaum muslimin tentang masalah-masalah
agama.
[6] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zhalim terhadap diri
mereka sendiri dalam ayat ini, ialah orang-orang penduduk Makkah yang sudah
masuk Islam tetapi mereka tidak mau hijrah bersama Nabi, padahal mereka mampu
dan sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir supaya ikut
bersama mereka pergi ke perang Badar, akhirnya ada diantara mereka yang
terbunuh.
[7] Abu Muhammad Al-Husein bin Mas’ud bin Muhammad Al-Farra’
atau Ibnu Al-Farra’. Al Baghawi (436-510H - 1044-1117M). Seorang ahli dalam
bidang fiqh, hadits dan tafsir. Di antara karyanya : At-Tahdziib (fiqh), Syarh
As-Sunnah (hadits), Lubaab At-Ta’wiil fi Ma’aalim At-Tanziil
(tafsir).
[8] Maksudnya, adalah hari Jum’at ketika wukuf di Arafah, pada
waktu Haji Wada.
[9] Selain dalil dari Al-Qur’an yang disebutkan Penulis,
yang menunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama, di sana juga ada hadits
shahih yang menyatakan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama yang di utus kepada
penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahih-nya kitab
Al-Anbiya, bab 3 dan riwayat Muslim dalam Shahih-nya kitab Al-Iman, bab. 84.
Adapun Nabi Adam Alaihissalam, menurut sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu
Dzar Al-Ghifari, Radhiyallahu anhu. Beliau adalah nabi pertama. Dan disebutkan
dalam hadits ini bahwa jumlah para nabi ada 124 ribu orang, dari jumlah tersebut
sebagai rasul 315 orang, dan dalam riwayat lain disebutkan 310 orang lebih.
Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad, jilid 5, hal. 178, 179 dan 265.
[10] Abu
Abdillah : Muhammad bin Abu Bakar, bin Ayyub, bin Said, Az-Zur’i,Ad-Dimasqi,
terkenal dengan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah (691-751H - 1292 - 1350M). Seorang
ulama yang giat dan gigih dalam mengajak umat Islam pada zamannya untuk kembali
kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah serta mengikuti jejak para Salaf Shalih.
Mempunyai banyak karya tulis, antara lain : Madaarij As-Salikin, Zaad Al-Ma’aad,
Thariiq Al-Hijratain wa Baab As-Sa’aadatain, At-Tibyaan fi Aqwaam Al-Qur’aan,
Miftah Daar As-Sa’aadah.
[11] Silahkan melihat kembali pengertian Islam
yang disebutkan oleh Penulis, dalam Tiga Landasan Utama bagian 3/4 (Kitab
Utsuluts Tsalatsah, Muhammad bin Abdul Wahhab).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar