Oleh Fadly pada Jum'at 18 September
2009, 08:13 AM
Khotbah ini disampaikan oleh Irfan S
Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, di hadapan Jamaah Shalat
‘Idul Fithri 1 Syawal 1430 H/ 20 September 20099 M, di Lapangan Gedongan, Desa
Muruh, Kec. Gantiwarno, Kabupaten Klaten.
Allahu Akbar 9 x
إِنَّ
الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ الْمَجَاهِدِيْنَ.
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Mengawali khutbah ini, terlebih
dahulu marilah kita memupuji kebesaran Ilahy yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama,
shalat Idul Fithri di tempat ini. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah
menciptakan segala sesuatu, dan menurunkan syari’at sebagai petunjuk jalan bagi
makhluk ciptaan-Nya dalam mengarugi kehidupan dunia ini.
Semoga Allah senantiasa mencurahkan
rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para shahabat,
tabi’it-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau dengan
baik hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada
kesempatan khutbah hari raya ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi
dan segenap jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah
Swt. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang
utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia
dan dimuliakan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Di zaman kita sekarang sedikit orang
yang menjadikan taqwa sebagai agenda hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah
naungan syari’at Allah. Kebanyakan umat Islam adalah ‘Muslim Otodidak’ yang
mengamalkan Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga
adakalanya benar dan lebih sering keliru dalam memahami dan mengamalkan
perintah taqwallah (takut pada Allah).
Sekalipun kalimat taqwa menjadi bagian
dari sumpah jabatan para pejabat Negara, tapi faktanya, pemerintah belum pernah
memberi contoh yang benar tentang praktik taqwa pada Allah Swt. Yang kita
saksikan justru sebaliknya, berbagai penolakan dan pelanggaran terhadap ajaran
Islam yang dilakukan masyarakat dan pejabat Negara.
Ketika ada orang Islam
mengimplementasikan pola hidp taqwa dengan mengamalkan syari’at Islam dan
menuntut pelaksanaannya melalui lembaga Negara, malah dicurigai sebagai
fundamentalis. Belum adanya standar hidup taqwa dalam agenda pemerintahan
Negara, menyebabkan penilaian masyarakat menjadi kacau. Orang shalih dianggap
salah, mengenakan pakaian taqwa (jibab) bagi Muslimah dipersulit bekerja di
perusahaan atau masuk lembaga pendidikan karena dianggap budaya Arab, sementara
para koruptor dimanjakan, sebaliknya lembaga pemberantas korupsi dicurigai dan
sebagainya.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa
Lillahil Hamdu
Pada hari ini kita tengah menapaki
hari perdana di bulan Syawal 1430 H dengan menunaikan shalat ‘Idul Fithri
sebagai penutup kesempurnaan zikir, mengingat dan menyebut asma Allah Swt.
Marilah kita bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah,
dan menjauhi kesalahan dan dosa agar kita beruntung dengan mendapatkan kehidupan
yang baik di dunia dan pahala yang banyak sesudah mati.
Kini bulan suci Ramadhan telah
berlalu, dan ia akan menjadi saksi yang menguntungkan atau memberatkan atas
amalan-amalan yang telah kita kerjakan. Jika selama bulan Ramadhan yang kita
lakukan adalah amal-amal yang shalih, hendaklah kita memuji Allah atas hal itu
dan hendaklah bergembira dengan pahala yang baik. Sesungguhnya Allah tidak akan
menyia-nyiakan orang yang berbuat kebajikan. Sebaliknya, siapa yang melakukan
amal yang buruk, hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dengan taubatan
nashuha, karena sesungguhnya Allah menerima taubat orang yang bertaubat
kepada-Nya.
Sesungguhnya kaum Muslimin sangat
merindukan kembalinya kejayaan Islam, agar dapat menciptakan dunia yang penuh
kedamaian, kesejahteraan, kasih sayang, keadilan dan persatuan bagi segenap
umat manusia. Harapan ini merupakan missi Islam yang diproklamirkan oleh
Rasulullah Saw sejak beliau memulai dakwahnya di Makkah yang dikenal dengan
misi Rahmatan lil Alamin.
Sebenarnya banyak sekali umat Islam
dewasa ini yang siap menerima apapun yang sesuai dengan ajaran Islam, tetapi
semua ini cepat berubah manakala muncul konflik antara Islam dan kekafiran.
Kelemahan ini bahkan terdapat di kalangan orang-orang yang menyatakan diri
sebagai pembela-pembela Islam. Mereka meneriakkan puji-pujian terhadap Islam,
melakukan aktivitas keislaman, membentuk jamaah zikir dengan puluhan ribu
pengikutnya.
Namun, jika diseru supaya
melaksanakan syari’at Islam dalam urusan pribadi, keluarga, Negara, relasi-relasi
bisnis, lembaga pendidikan, dan di segala aspek kehidupan, mereka akan
menjawab: “Negara kita bukan Negara Islam, lebih baik kita abaikan dulu untuk
sementara waktu menunggu momentum yang tepat agar kita tidak dicurigai.”
Kapankah kondisi yang aman damai itu
akan tiba, sehingga kebenaran dapat disampaikan dengan terus terang? Hingga
hari kiamat sekalipun kondisi demikian tidak akan pernah datang, karena
orang-orang kafir akan terus membuat makar untuk mendiskreditkan dakwah Islam.
Ingatlah nasihat Khalifah Umar bin Khathab bahwa, “Kebenaranlah yang membuat
kamu menjadi kuat, dan bukan kekuatan kamu yang membuat jayanya kebenaran.”
Sedangkan Khalifah Utsman berpesan, “Kejayaan umat ini akan terpelihara selama
Al Qur’an berdampingan dengan kekuatan. Bilamana kekuatan tanpa Qur’an akan
menjadi anarkhis dan bilamana Qur’an tanpa kekuatan tidak bermakna bagi
kehidupan.”
Kesan yang kini sangat dominan di
kalangan kaum Muslimin, bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam seakan
ancaman terhadap keselamatan dirinya. Ada juga di kalangan umat Islam yang
salah faham terhadap ajaran Allah Rabbul Alamin. Bila Allah Swt memerintahkan
suatu perbuatan tertentu, mereka menganggap akan merugikan dan menyusahkan
hidupnya, sedang bila dilarang mengerjakan tindakan tertentu, justru melanggar
larangan dianggap menguntungkan dirinya. Hal ini tercermin pada keengganan umat
Islam untuk berterus terang dengan agamanya dan menerima stigmatisasi
musuh-musuh Islam, seolah-olah Islam adalah agama yang telah kehilangan
relevansi untuk terus dipertahankan di era globalisasi ini.
Dengan stigmatisasi seperti ini
menjadi berat bagi tokoh-tokoh Islam, terutama para politisinya, untuk
mengibarkan bendera syari’at Islam secara jujur dan terus terang. Kondisi
demikian menciptakan hubungan yang tegang, saling mencurigai diantara komunitas
Muslim sehingga muncul pengelompokan Islam moderat dan radikal, toleran versus
ektrem, inklusif versus eksklusif, dan nasional versus transnasional.
Pemetaan seperti ini sengaja dibuat
oleh musuh-musuh Islam, sehingga kekuatan Islam dipecah-pecah sesuai program
mereka. Sehingga menjadi beban berat bagi umat Islam yang memiliki komitmen
tinggi terhadap agamanya. Dampak negatifnya, muncullah perasaan tertindas,
tertekan di kalangan Muslim; merasa teraniaya dan hidupnya menjadi sengsara.
Mentalitas yang merasa sengsara karena Islam, merasa tertindih beban berat bila
mengamalkan Al-Qur’an dikoreksi dan mendapat teguran keras dari Allah Swt:
“Kami tidak menurunkan Al Quran
ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orangyang
takut kepada Allah.” (Qs. Thaha, 20:2-3).
Al-Qur’anul Karim diturunkan bukan
untuk menjadikan manusia hidup dalam tatanan yang membawa kesengsaraan,
kemiskinan, penderitaan dan saling menindas. Tetapi untuk memberikan tatanan
hidup yang dapat membangun kasih sayang, berbuat kebajikan, perdamaian,
persaudaraan, dan saling menghormati martabat manusia satu dengan lainnya.
Ibarat kafilah di tengah padang
sahara yang sedang kehabisan bekal perjalanan. Tidak cukup untuk meneruskan
perjalanan dan tidak pula cukup digunakan buat kembali ke tempat asal. Di saat
kebingungan dan rasa panik, datanglah seorang pengembara menawarkan
pertolongan, mengajak mereka ke suatu taman nan hijau di tengahnya membentang
kolam air yang jernih dan menyegarkan. Di antara anggota kafilah itu ada
yang belum puas dan ingin di ajak ke tempat yang lebih nyaman, tapi sebagian
lain menyatakan, “kami puas dengan keadaan ini dan kami ingin tinggal menetap
disini.”
Begitulah perumpamaan kehadiran Nabi
Muhammad Saw dengan Al-Qur’an, pemberi petunjuk bagi kafilah manusia yang
kebingungan di tengah sahara tandus, kehilangan kompas kehidupan, terlunta di
tengah kegelapan akibat maksiat dan kemungkaran.
Mengawasi Juru Dakwah
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa
Lillahil Hamdu
Pada masa akhir-akhir ini, kondisi
yang mencekam dan menakutkan menimpa kaum Muslimin, terutama ketika Islam
dikait-kaitkan dengan terorisme. Munculnya gagasan aparat keamanan untuk
mengawasi juru dakwah dengan dalih pemberantasan terorisme, mengundang
kekhawatiran mendalam. Apalagi, dengan mudahnya mengidentifikasikan seseorang
sebagai jaringan teroris, melalui atribut pakaian berjubah, bercadar bagi
Muslimah, memanjangkan jenggot dan celana komprang.
Sesungguhnya juru dakwah merupakan
urat nadi kehidupan sosial, bukan pengacau dan bukan pula penyebar teror.
Adakalanya seorang juru dakwah tampil sebagai tabib di tengah-tengah
masyarakat, atau menjadi pengamat sosial yang berinisiatif mengubah masyarakat
yang bobrok, jorok atau bodoh menjadi masyarakat yang terhormat. Bahkan seorang
juru dakwah bisa menjadi pendamping yang produktif bagi si kaya, dan sekaligus
menjadi pendamping yang kreatif bagi si miskin.
Namun kini, umat Islam di berbagai
belahan dunia justru mengalami terror dari musuh-musuh Islam, bahkan diteror di
dalam hatinya sendiri. Ketika terdapat tokoh dan orang-orang tertentu yang
tidak bersahabat dengan Islam, dan merusak citra Islam dengan mengatakan, bahwa
salah satu ayat Qur’an dalam surat Al Maidah ayat 44, 45, 47, tentang
penguasa kafir, faseq dan zalim, merupakan pemicu terorisme.
Inilah teror terhadap umat Islam yang
dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Padahal sepanjang sejarahnya,
Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Memang Islam memerintahkan jihad
fisabilillah, dan jihad jelas bukan terorisme. Maka, dalam kaitan ini kita
perlu menyampaikan himbauan Islam kepada para penguasa agar tidak membiarkan
aparat keamanan untuk mencari-cari kesalahan rakyat apalagi mengintimidasi
mereka.
Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّ الأَمِيْرَ إِذَا
ابْتَغَىْ الرِّيْبَةَ فِي النَّاسِ أَفْسَدَهُمْ [رواه أبوداود]
“Dari Abu Umamah, Nabi Saw
bersabda: “Sesungguhnya apabila penguasa mencari-cari hal yang mencurigakan
dari rakyatnya, maka dia akan menghancurkan rakyatnya.”
Bila rakyat terus menerus
dimata-matai intelijen, dengan dalih pemberantasan terorisme, rakyat jadi
kehilangan inisiatif untuk berprestasi. Dari fakta sejarah kita ketahui bahwa
akar terorisme sebenarnya adalah kezaliman dan ketidakadilan penguasa. Inilah
yang dengan kasat mata kita saksikan, bahwa kejahatan yang dilakukan oleh
Amerika dan sekutunya di Negara-negara Muslim seperti Iraq, Afghanistan,
Pakistan, dan negeri-negeri lain termasuk Indonesia.
Kenyataan ini mengingatkan kita ke
zaman Fir’aun, 2500 tahun SM, yang sezaman dengan Nabi Musa As. Ketika
itu terjadi kezaliman dan berbagai bentuk ketidak adilan yang dilakukan oleh
Fir’aun terhadap bani Israel. Rakyat diintimidasi dan diprovokasi seperti
termatub dalam firman Allah Swt :
“Dan ingatlah ketika Kami
selamatkan kamu dan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan
kepadamu sikasaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang
laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang
demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabmu.” (Qs. Al Baqarah, 2:49).
Rezim fir’aun menyembelih anak-anak,
menelantarkan kaum wanita dan mematai-matai gerak gerik setiap orang dari bani
Israel karena distigmatisasai sebagai ancaman terhadap Negara. Akibat dari
sikap paranoid Fir’aun dan rezimnya, maka kaum ibu bani Israel takut melahirkan
bayi laki-laki, sebab hal ini berarti menjadi alasan penguasa untuk membunuh
bayinya dan sekaligus memenjarakan ibunya.
Jika hendak mmemberantas terorisme,
maka hentikan kezaliman dan hentikan kerjasama dengan penguasa jahat, baik di
barat maupun di timur. Pemerintah hendaknya menjauhkan diri dari kezaliman
dalam kebijakannya, terutama sekali berkaitan dengan pengelolaan alam untuk
tidak diserahkan pada orang asing. Pemerintah jangan memosisikan diri sebagai
elite penguasa yang memandang Indonesia sebagai pasar kapitalis global,
sehingga rakyat tetap terpuruk dalam perjuangan mencapai kesejahteraan. Harus
ada keberanian menghadapi tekanan asing yang menginginkan kekuatan Islam di
Indonesia menjadi lumpuh seperti yang dilakukan kaum salibis di Spanyol lima
abad yang lalu.
Rasulullah Saw menasihati para
penguasa agar berbuat adil dan menjauhi kezaliman, dalam sabdanya:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ [رواه مسلم]
Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah
kedzaliman, karena sesungguhnya kedzaliman membuahkan kegelapan pada hari
kiamat.”
Kezaliman akan semakin merajalela
bila rakyat tidak berani mencegahnya. Maka bila ada ulama yang berani mencegah
kezaliman penguasa, rakyat harus bersyukur dan membelanya karena dia telah
berusaha mencegah malapetaka dan murka Allah.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar
walillhil Hamdu
Kaum Muslimin bangsa Indonesia supaya
menyadari posisi dirinya sebagai pemilik sah negeri ini. Karena hanya umat
Islam satu-satunya yang paling konsistensi mempertahankan NKRI. Sedang umat
lain, justru menuntut keluar dari Indonesia seperti yang dilakukan oleh
pengikut Kristen di Papua dan kelompok RMS di Maluku.
Para tokoh Islam baik di organisasi
politik maupun massa tidak menjadi bagian dari agenda musuh Islkam untuk
mengerdilkan peran umat Islam di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh JIL,
Islam oderat yang mengajak umat Islam untuk menukar aqidahnya dengan pluralisme
atau tata dunia baru yang berbaris pada doktrin zionisme dan HAM. Karena
sikap-sikap ambivalen hanya akan melahirkan orang Islam yang sekadar puas
menjalankan ibadah, tetapi mengabaikan ajaran Islam sebagai jalan kehidupan.
Para ulama jangan pernah memosisikan
diri sebagai terompet jahat musuh Islam, dengana menolak berlakunya syariat
Islam di lembaga Negara. Merekalah yang seharusnya memimpin rakyat agar berani
meluruskan apa yang bengkok dari penguasa, berani berkata benar secara terus
terang. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ
مُعَاوِيَةَ بْن أَبِيْ سُفْيَان ، عَنِ النَّبِيِّ قال : يَكُوْنُ أُمَرَاءَ
يَقُوْلُوْنَ وَلاَ يُرَدُّ عَلَيْهِمْ ، يَتَهَافَتُوْنَ فِي النَّارِ يَتْبَعُ
بَعْضُهُمْ بَعْضاً [رواه الطبراني]
“Dari Mu’awiyah bin Abu sufyan,
dari Nabi Saw bersabda: “Akan muncul para penguasa yang berkata sesuka mereka
dan tidak ada yang membantahnya. Mereka akan berjatuhan masuk neraka beriringan
satu demi satu.”
DO’A
Ma’asyiral Muslim
Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar
walillahil Hamdu
Mengakhiri khutbah ini, merilah kita
berdo’a, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran.
Semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas.
اَللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا
تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ اَللَّهُمَّ
مَتِّعْنَابِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا
وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظََلَمَنَا
وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَتَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا
وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَتُسَلِّطْ
عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ
وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ. اَللَّهُمَّ اَلِّفْ
بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ
وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا
وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Ya Allah, ya Rab kami,
bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang dapat kiranya
menghalang antara kami dan ma'siat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada
kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke
sorga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi
suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Rab kami,
senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan –penglihatan kami dan
kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia
sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang
yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang
memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama
kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling
besar, tidak juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan
janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang
kepada kami (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadist ini
hasan.)
Ya Allah, laknatilah orang-orang
kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-haalangi jalan-Mu,
mendustakan Rasul-rasul-Mu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu
Ya Allah, persatukanlah hati-hati
kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan
serta entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Dan jauhkanlah
kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah
pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan
isteri-isteri serta anak keturunan kami, dan ampunilah kami sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad
SAW dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi
Allah Rabb semesta alam.
Tulisan Terkait
© 2006 - 2009 Arrahmah.com. Designed & Developed by Arrahmah IT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar